Powered By Blogger

Kamis, 06 Juni 2013

Mukjizat Sholat Malam




sholat malam
sholat malam
Qiyam adalah aktivitas ibadah shalat di malam hari. Shalat harus dilakukan dengan berdiri (qiyam). Di bulan Ramadhan, shalat taraweh disebut qiyamullail (berdiri di malam hari), sedangkan di luar Ramadhanadalah shalat tahajjud.
Hakikat Qiyam atau sholat malam adalah bangun dan tegak lurus sambil berdiri beribadah kepada Allah. Jika di siang hari kita melakukan puasa (shiyam) itu adalah manajemen syahwat, maka di balik kata Qiyam (sholat malam) dapat pula kita maknai sebagai manajemen ibadah.
Terdapat tiga prinsip dasar dalam memaknai sholat malam dalam arti manajemen ibadah. Pertama, tegak lurus berdiri beribadah pada Allah. Kedua, kesiapan diri meluruskan dan menyatukan semua orientasihidup dan aktivitas hidup dari bermacam-macam menjadi hanya kepada Allah dan untuk Allah semata.
Inilah inti komitmen yang selalu kita baca ketika membaca do’a iftitah dalam sholat (QS. Al-Am’aan (6) : 161-163]. Ketiga, mengelola ibadah berdasarkan aturan, sistem, dan ketentuan Allah, baik tujuannya, caranya maupun skala prioritasnya.
Mukjizat ibadah Ramadhan akan kita rasakan jika berbagai ibadah tersebut kita kelola dan kerjakan bedasarkan tiga prinsip dasar tersebut di atas. Sebab itu ibadah Qiyam Ramadhan (sholat malam) adalah lambang kesiapan kita untuk berdiri dan mengemban semua amanah dan kewajiban yang Allah pikulkan ke pundak kita semasa kita hidup di dunia ini.
Kita tidak punya pilihan selain memikulnya. Ini adalah bukti bahwa kita adalah hamba-Nya yang tidak punya daya dan upaya sedikitpun di hadapan kehendak dan kemauan-Nya.
Sesungguhnya amanah dan kewajiban yang dibebankan Allah kepada kita adalah sebuah kemuliaan dan perdagangan yang selalu untung dan tidak pernah rugi. Amanah memahami, mengamalkan, dan memperjuangkan Al-Qur’an agar menjadi the way of life kita dan manusia lainnya.
Amanah shalat, amanah pengorbanan dengan harta dan mencari solusi kesulitan ekonomi masyarakat dan berbagai amanah lainnya, seperti dijelaskan Allah dalam kitab-Nya :
Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitah Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian rezki yqng kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharap perniagaan yang tidak akan merugi, (29) agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri (30)” {QS. Fathir (35) : 29-30}
Sholat malam di bulan Ramadhan adalah lambang kesiapan kita untuk selalu mengoreksi dan meluruskan orientasi hidup kita yang di siang hari bisa saja terpengaruh oleh berbagai godaan dan janji kosong setan dan kemilau kehidupan dunia. Atau bisa juga disebabkan keras dan kejamnya sistem hidup yang ada dalam masyarakat dan pemerintahan yang ada sehingga hidup ini terasa amat sulit dan penuh kezaliman.
Sebab itu, Ramadhan mengajarkan kita untuk mengoreksi dan meluruskan orientasi hidup itu setiap malam. Targetnya adalah agar kita memiliki karakter yang kuat dalam menghadapi percaturan hidup ini sehingga orientasi hidup kita tetap terpelihara dan tidak condong serta mengarah kepada selain Allah.
Karena perubahan orientasi hidup kepada selain Allah, atau kecenderungan kepada selain Allah akan mengakibatkan perubahan jalan hidup yang di tempuh. Inilah yang kita minta selalu dalam shalat fardhu maupun sholat malam Ramadhan dan di luar Ramadhan :
Tunjukilah kami ke jalan yang lurus (6), yaitu jalan orang yang tidak Engkau murkai atas mereka, dan tidak pula jalan hidup orang yang tersesat (7).” [QS. Al-Fatihah (1): 6-7]
Sesungguhnya perubahan orientasi hidup kepada selain Allah adalah kekufuran dan kemusyrikan yang akan menghancurkan hidup kita baik di dunia maupun di akhirat. Komitmen untuk tetap menjaga orientasi hidup hanya untuk Allah merupakan komitmen yang selalu kita ucapkan saat kita Qiyamullail dan juga Shalat lainnya :
“Katakanlah, sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta Alam (162) Tiada sekutu hagiNya; dan demikian itulah yang diperinlahkan kepadaku dan aku adalah orang yang perlama-tama menyerahkan diri (kepada Allah). (163)” {QS. Al-An’am (6) : 162-163}
Qiyam Ramadhan juga lambang kesiapan kita untuk mengikuti berbagai ibadah dan sistem hidup yang Allah Syari’atkan berdasarkan tujuan dan niat, cara dan skala prioritas yang Allah tetapkan dan Rasulullah contohkan.
Jangan ada satupun ibadah yang kita lakukan, baik fardhu maupun yang sunnah, baik yang fardhu ‘ain maupun yang fardhu kifayah yang melenceng niatnya kepada selain Allah, seperti shalat untuk terhindar dari tekanan darah tinggi, shaum untuk mendapat tubuh yang langsing, infaq untuk menjadi kaya, dan qiyamullail agar berwibawa dihadapan manusia, menegakkan hukum Allah (syari’at Islam) untuk berkuasa dan sebagainya.
Semua ibadah dan ketaatan harus ditujukan hanya mencari ridha Allah. Kebaikan-kebaikan yang muncul dalam diri dan kehidupan duniawi sebagai buah dari ibadah tak lain hanya bonus duniawi yang Allah berikan. Sebab itu jangan tertipu oleh bonus-bonus duniawi itu, karena jika dibandingkan dengan imbalan akhirat berupa syurga-Nya, tentulah tidak ada artinya.
Dan mereka tidak disuruh kecuali menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan demikian itulah agama yang lurus.” {QS. Al-Bayyinah(98): 5}
Qiyam Ramadhan juga sarana pelatihan diri kita untuk melakukan semua ibadah sesuai dengan yang Allah syari’atkan dan Rasulullah ajarkan. Jangan sampai dalam melakukan ibadah. baik wajib maupun sunnah keluar dari kaifiyat (tata cara)-nya yang telah dicontohkan Rasul Saw.
Di samping itu Qiyam Ramadhan mengajarkan kita untuk selalu mengikuti semua ibadah dan sistem hidup yang Allah syari’atkan dan Rasulullah amalkan berdasarkan urutan dan prioritasnya. Jangan sampai melaksanakan shalat idul fitri dan idul adha lebih semangat ketimbang shalat jum’at.
Jangan sampai shalat taraweh lebih semangat kita kerjakan ketimbang shalat fardhu berjamaah di masjid lima kali dalam sehari semalam. Jangan sampai infaq lebih semangat kita lakukan ketimbang menunaikan zakat dan begitulah seterusnya.
Qiyam Ramadhan mengajarkan dan melatih kita untuk mendahulukan amal-amal yang wajib dari amal-amal yang sunnah dan fardhu ‘ain sebelum fardhu kifayah. Namun demikian bukan berarti kita mencukupkan amal ibadah kita pada yang wajib saja dan tidak tertarik melakukan yang sunnah (nawafil).
Keduanya harus kita kerjakan dengan ikhlas dan bcrsungguh-sungguh. Karena urutan untuk mencapai kedekatan dan kasih sayang Allah adalah dengan memulai amalan atau ibadah yang wajib (fardhu), kemudian di teruskan dengan yang sunnah. Dalam sebuah hadist Qudsi di jelaskan :
Sesungguhnya Allah herfirman: “Barang siapa yang memusuhi wali-Ku maka sungguh Aku umumkan perang atasnya. Dan tidak ada jalan yang dilakukan hamba-Ku dalam rangka mendekatkan diri pada-Ku lebih aku cintai selain dari apa yung Aku fardhukan atasnya. Apabila hamba-Ku terus menerus melakukan pendekatan diri (taqarrub) kepada-Ku dengan amalan yang nawafil (sunnah) sampai Aku mencintainya. Bila Aku mencintainya, Aku akan menjadi pendengarannya bila ia mendengar, penglihatannya bila ia melihat, tangannya bila ia memikul, kakinya apa bila ia berjalan dan apabila ia meminta pasti akan aku kabulkan dan apabila ia meminta perlindungan pasti akan aku lindungi. Tidak ada sedikitpun Aku melakukan sesuatu seperti keraguan-ku (mencabut) jiwa (nyawa) seorang Mukmin yang membenci kematian, sedangkan Aku tidak mau menyakitinya.” (HR. Imam Bukhari).
Hadits Qudsi tersebut dcngan tegas menyatakan bahwa :
  1. Dalam melakukan ibadah kepada Allah atau menerapkan sistem hidup yang disyari’atkan-Nya kepada kita haruslah dengan prinsip prioritas. Sedangkan prinsip prioritas itu harus menurut Allah itu sendiri.
  2. Untuk dapat mendekatkan diri kepada Allah (taqarrub ilallah) harus dimulai dari apa yang Allah wajibkan pada kita, baik terkait dengan individu, rumah tangga, masyarakat maupun sistem hidup dalam pemerintah.
  3. Untuk mendapat kasih sayang Allah (menjadi wali Allah), amal-amal yang bersifat sunnah seperti, shalat sunnah, shaum sunnah dan sebagainya, haruslah menjadi kebiasaan (habit) yang dilakukan tanpa mengenal waktu dan kondisi. Pelaksanaannya melekat dalam diri, sama halnya dengan ibadah-ibadah fardhu yang lain.
  4. Karena ibadah sunnah sangat banyak dan luas jangkauannya, maka setiap kita hendaklah memulai dari ibadah sunnah yang Allah mudahkan dan kemudian dikembangkan kepada ibadah-ibadah sunnah lainnya. Kita harus mengetahui potensi diri kita terkait dengan ibadah sunnah. Setelah diketahui, hendaklah dilakukan secara terus menerus (mudawamah), karena terus menerus menjadi syarat untuk mcndapatkan kasih sayang Allah.
  5. Apabila kita komitmen menjalankan yang fardhu (wajib), kemudian diteruskan dengan amal ibadah yang sunnah secara kontinyu, maka peluang kita mendapat kasih sayang Allah sangatlah besar. Atau dengan kata lain, peluang menjadi wali Allah sangat terbuka lebar.
  6. Bila seorang Mukmin telah meraih kedekatan dan kasih sayang Allah, saat itulah ia menjadi wali Allah. Kemenangan dan kebahagiaan dunia dan akhirat akan menyertainya.
Sumber: Mukjizat Ibadah Ramadhan oleh ust. Fathuddin Ja’far

Tiga Golongan Orang Sholat


Shalat adalah bentuk ketaatan kepada Allah
Sholat berjamaahAllah SWT memberikan konsep ideal kepada umat Islam agar supaya kita ini menjadi muslim dan mukmin yang sejati. Salah satu cara untuk meningkatkan derajat ketaqwaan kita kepada Allah SWT ialah senantiasa istiqomah menjalankan dan menunaikan ibadah sholat 5 waktu dan kemudian memperbanyak sholat-sholat sunnah.
Ibadah sholat merupakan bentuk ketaatan dan penyerahan diri kita sebagai hamba di hadapan Allah SWT. “Inna sholaatii wa nusuki wa mahyaaya wa mamaatii lillaahi rabbil a’aalamiin – Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidup dan matiku semata hanya untuk Allah seru sekalian alam“. Rasulullah SAW di dalam hadits beliau menjelaskan bahwa sesungguhnya sholat merupakan tiang bangunan dalam agama, beliau menegaskan untuk membedakan mana seorang muslim dan seorang kafir dapat tercermin dalam bentuk perbuatan sholat. Maka jika kita menjumpai seorang yang mengaku muslim tetapi tidak melaksanakan sholat, orang tersebut belum menjadi muslim yang sempurna.
Menurut kualitas dalam menjalankan ibadah sholat, umat islam terbagi menjadi :
Golongan pertama umat Islam yang selalu taat dalam menjalankan ibadah sholat. Umat Islam yang mengerti betul apa syarat dan rukun kemudian menjalankan  adab-adab sholat.
Golongan pertama ini termasuk mendapatkan kekhususan dalam melaksanakan sholat. Di dalam Al qur’an surat Al Mu’minuun ayat 1-2 yang artinya: “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman yaitu orang-orang yang khusyu dalam shalatnya“. Kondisi umat Islam yang senantiasa melaksanakan sholat tercapai pada niat melaksanakan sholatnya secara khusus.
Golongan keduaumat Islam senantiasa melaksanakan sholat namun kurang memperdulikan kesempurnaan sholat, kurang paham dan kurang mengerti tentang rukun dan syarat sahnya sholat. Apabila seseorang masuk dalam golongan kedua ini, ia merasa sempurna dalam melaksanakan sholat terkait dari pada rangkaian yang dimulai dari niat hingga salam, tetapi kurang memperhatikan bagaimana kesempurnaan rukun dan sahnya sholat, ketika dilaksanakan.
Rasulullah SAW telah menegaskan pada kondisi seperti ini beliau menyampaikan “akan datang suatu masa dimana manusia banyak sekali melaksanakan sholat, tetapi tidak dianggap melaksanakan sholat“. Banyak umat Islam mengerjakan sholat, karena pengaruh dari pada kondisi ketika ia belajar sholat disaat masih kecil. Tercermin bahwa tidak ada peningkatan dari pada kualitas kesempurnaan di dalam melaksanakan sholat, artinya pada kondisi yang ketika ini, betul-betul seseorang selalu melaksanakan sholat tetapi tidak pernah mengerti rukun dan maknanya, tidak paham makna yang diucapkan dan rangkaian yang dilakukan dalam ibadah sholat.
Allah SWT telah berfirman surat Al Maa’uun ayat 4-5 yang artinya, “Maka ditempatkan di neraka orang-orang yang selalu melaksanakan sholat tetapi mereka selalu lalai dalam sholat“. Mereka melaksanakan sholat tetapi tidak mengerti apa yang dilakukan dalam pelaksanaan sholatnya.
Faktor dan Penyebab tidak sholat
Berdasarkan kuantitas dalam menjalankan ibadah sholat, secara garis besar dapat digolongkan menjadi :
Golongan pertamaumat Islam selalu melaksanakan ibadah shalat.
Golongan kedua, yaitu umat Islam yang sama sekali tidak pernah melaksanakan ibadah shalat. ia mengakui sebagai seorang muslim tetapi terang-terangan dia tidak pernah melaksanakan sholat, hal ini sama saja dengan ia menanggalkan identitasnya sebagai seorang muslim.
Untuk golongan kedua ini ada beberapa penyebab atau faktor yang menyebabkan seseorang meninggalkan dan tidak melakukan shalat:
  1. Orang tersebut salah menyangka dan salah menempatkan tentang shalat, ia meyakinkan bahwa shalat bertujuan untuk berubah seseorang menjadi lebih kaya secara materi. Maka pada akhirnya ketika kekayaan yang sudah dimiliki dan ketika ilmu pengetahuan dia menjadi orang yang hebat dan intelektual, dia meyakini tidak perlu lagi saya melaksanakan shalat, karena saya sudah pintar dan kaya.
  2. Orang yang tidak memiliki pengertian yang benar tentang shalat. Penyebab yang kedua ini, dia menyakini bahwa ketika dia tidak mengerti tentang shalat maka dia tidak pernah merasa berdosa jika meninggalkan shalat. Dia hidup dalam keluarga yang tidak dihiasi dengan shalat, padahal Rasulullah SAW mengingatkan kepada kita bahwa “hiasilah dan terangilah rumah kita dengan shalat dan membaca Al qur’an“.
  3. Terkalahkan dengan rasa malas yang ada di dalam dirinya. Faktor ketiga ini sebetulnya mengetahui bahwa shalat adalah wajib hukumnya, tetapi karena terbiasa meninggalkan dan mengikuti kemalasannya maka terbiasalah dia meninggalkan shalat dan pada akhirnya sama dia meyakini bahwa saya tidak melakukan shalat tidak apa-apa.
  4. Sesorang yang meninggalkan dan tidak pernah mau melaksanakan shalat karena gangguan jiwa, seseorang yang mengalami kesedihan yang sangat mendalam, seseorang yang mengalami kesulitan yang sangat meningkat dan seseorang yang dalam situasi keputusaasaan akhirnya ia meninggalkan shalat, padahal disaat seperti itulah shalat menjadi solusi dan disaat itulah shalat akan mendatangkan ketenangan.
Golongan kedua umat Islam yang masuk dalam kategori dia mengaku umat Islam tetapi tidak pernah mau melakukan shalat.
Golongan yang ketiga adalah umat Islam kadang-kadang shalat dan kadang-kadang tidak. Golongan yang ketiga ini selalu saja membuat seribu macam alasan, karena kondisi pekerjaan yang padat, karena kondisi pada saat pesta dia sengaja meninggalkan shalat, oleh karena itu sebagaian yang masuk dalam kategori ini selalu saja muncul sebuah keyakinan yang buruk, bahwa shalat ketika dia akan bertujuan untuk menginginkan suatu ketentangan, dia bertujuan untuk meraih kesenangan, ketika ia sudah senang, maka ditinggalkanlah shalat, tetapi jika ia diuji dalam kesulitan dari Allah maka ingatlah ia segera untuk melaksanakan shalat dengan seyakin-yakinnya.
Rasulullah SAW memberikan penjelasan bahwa apa yang menyebabkan manusia meninggalkan shalat, seseorang ketika ia sedang meninggalkan shalat maka ada keterkaitan yaitu amaliah tidak diterima oleh Allah SWT, ketika orang dengan sengaja meninggalkan shalat maka amal-amal apapun ditolak oleh Allah SWT.
Shalat merupakan tiang bangunan agama dan sangat mustahil kita membuat bangunan tetapi tanpa tiang. Dalam hadits lainpun Rasul menyampaikan bahwa “yang pertama kali yang dihisab pada hari kiamat adalah amalan shalat, jika amalan shalat ini diterima maka selurah amalan yang lain juga diterima oleh Allah SWT, sebaliknya jika amalan shalat ditolak atau tidak diterima oleh Allah SWT dan amalan yang lain pun ditolak“.
Bersumber dari Nafi, sesungguhnya Umar Ibn Al Khatab ra, mengirim pesan kepada para gubenurnya: “menurutku, urusan kalian yang paling penting ialah shalat. Siapa yang selalu menjaga dan memeliharanya berarti dia telah memelihara agamanya. Dan siapa yang mengabaikannya maka urusan yang lainnya pasti akan lebih dia abaikan“.
Bersumber dari Abul Mulaih, dia berkata : “Aku pernah mendengar Umar Ibn Al Khatab ra, mengatakan di atas mimbar, Tidak ada istilah Islam bagi orang yang tidak shalat“. Maka dalam keadaan dan situasi apapun bahwa kewajiban kita menjalankan perintah Allah SWT, khususnya dalam ibadah shalat, mudah-
mudahan kita ini menjadi hamba-hamba Allah yang senantiasa istiqomah dalam memelihara shalat dan mudah-mudahan senantiasa diterima oleh Allah SWT.
amin ya Robbal alamin.
Sumber : Indah Mulya, Edisi No. 487 Th. VI  -  24 Agustus 2008

Keutamaan Sholat Diawal Waktu




sholat
sholat
Rasulullah SAW bersabda, “Apa pendapat kalian jika di depan pintu salah seorang kalian terdapat sungai lalu ia mandi di dalamnya lima kali tiap hari, apakah masih tersisa kotoran dari padanya ?” para sahabat menjawab, “Tentu tidak akan tersisa sedikitpun kotoran dari padanya “. Beliau berkata, “Demikian pula dengan sholat lima waktu, dengan sholat itu , Allah menghapus dosa-dosa”. HR. Bukhari dan Muslim.
Irama kehidupan Jakarta dan kota-kota besar lainnya, kadang melalaikan kita dari beribadah kepada Allah, termasuk amalan ibadah Sholat. Sholat yang tidak membutuhkan banyak pengorbanan materi, tenaga dan waktu ini justru menjadi amalan ibadah yang paling sering dan susah untuk diamalkan dengan baik, tentunya yang dimaksudkan disini adalah Sholat yang selalu terjaga waktunya, yaitu di awal waktu.
Abdullah bin Mas’ud radiyallahu ‘anhu berkata, “Saya bertanya kepada Rasulullah, ‘Apakah amal yang paling dicintai oleh Allah ?’ , Beliau bersabda, ‘Sholat pada waktunya’, Saya bertanya, ‘Kemudian apa lagi ?’, Beliau bersabda, ‘Berbakti kepada kedua orang tua’, Saya bertanya lagi, ‘Kemudian apa lagi ?’, Beliau bersabda, ‘Berjihad (berjuang) di jalan Allah’. Saya berdiam diri dari Rasulullah. Seandainya saya meminta tambah, niscaya beliau menambahkannya. HR.Bukhari.
Dari hadits ini kita bisa mengetahui bahwa ada beberapa amalan yang disukai Allah dan  amalan Sholat tepat pada waktunya adalah yang paling dicintai Allah.
Sholat fardlu adalah Rukun Islam yang selalu kita kerjakan setiap harinya, Subuh, Dzuhur, Asar, Maghrib dan Isya.  Kadang kala kita rajin mengerjakannya, kadang kala lalai dan yang paling sering adalah menunda-nunda waktu sholat oleh karena kesibukan dunia. Ketika membicarakan waktu sholat kadang kita menganggap sebagai hal yang biasa saja. Namun ternyata waktu sholat sangat berperan dalam menentukan kualitas sholat kita. Apakah sholat kita bagus atau tidak ?, apakah Istiqomah ? Apakah serius atau main-main ? atau lalai dalam waktu sholat seperti yang dimaksudkan Allah dalam firmannya, “Maka celakalah orang-orang yang sholat, yaitu orang-orang yang lalai dalam sholatnya”. QS. 107 Al-Maa’uun,  ayat 4-5. Dalam beberapa tafsir yang dimaksud lalai dalam sholatnya adalah orang-orang yang mengakhirkan waktu-waktu sholat.
Rasulullah telah mengajarkan tentang waktu-waktu sholat. Abdillah bin ‘Amr bahwasanya Nabi Muhammad SAW telah bersabda, “Waktu Dzuhur apabila tergelincir matahari dan bayangan seseorang sepanjang badannya, selama belum hadir waktu ashar. Dan waktu ashar selama belum kuning matahari. Dan waktu maghrib selama belum hilang tanda merah. Dan waktu Isya hingga setengah malam yang pertengahan. Waktu Subuh dari terbit fajar selama belum terbit matahari”. HR. Muslim
Rasulullah juga memberikan tuntunan waktu sholat, jika tidak ada udzur, maka diutamakan sholat pada awal waktu atau sholat tepat pada waktunya. Sholat tepat waktu adalah keutamaan, apalagi bila dilaksanakan berjamaah dan di masjid. Keutamaan ini akan berlipat ganda bila kita mempersiapkan diri sebelum melaksanakannya dengan menunggu waktu sholat sebelum adzan berkumandang. Mengapa ?
1.    Menunggu waktu sholat adalah bukti kecintaan seorang hamba pada Rabb-nya. Seorang yang mencintai selalu merindukan saat perjumpaan dengan yang dicintai. Dia akan menantikaannya agar tidak terlambat berjumpa.
2.     Menunggu waktu sholat memberikan kesempatan untuk melakukan banyak kebaikan lainnya. Membaca Al Qur’an, berdzikir, mendirikan sholat sunat, I’tikaf, menyiapkan tempat sholat, membereskan pekerjaan kantor dan amalan lainnya.
3.    Menunggu waktu sholat memperkecil kemungkinan berbuat maksiat.
4.    Menunggu waktu sholat kita akan senantiasa menjaga kebersihan diri, hati dan pikiran kita.
Menunggu waktu sholat ini akan lebih bermakna dalam kehidupan seorang muslim manakala jangka waktu menunggu ini di perluas, pemaknaannya tidak hanya sekedar menunggu waktu sholat di masjid saja. Tapi menempatkan seluruh aktivitas kehidupan dalam kerangka menunggu waktu sholat. Hidup kita pada hakikatnya adalah perpindahan dari satu sholat ke sholat berikutnya. Akan sangat indah kehidupan kita bila kita mampu mengubah paradigma dengan menjadikan seluruh aktivitas hidup kita menjadi aktivitas sampingan dari sholat. Seluruh aktivitas hidup kita adalah amalan saat menunggu waktu sholat. Sehingga seluruh aktivitas hidup kita akan semakin berkualitas karena dilandasi dengan mahabbatullah (cinta kepada Allah). Kita akan senantiasa menjaga seluruh aktivitas hidup kita agar selalu terjaga kebersihannya, niatnya, nilai dzikirnya, nilai amar ma’ruf nahi munkarnya, nilai tawadlunya, karena semuanya dalam rangka menunggu waktu sholat, menunggu perjumpaan kita dengan yang kita cintai, Allah SWT.
Semoga kita diberikan kemudahan oleh Allah SWT dalam menjaga sholat dan waktu-waktunya. Aamiin.
Ditulis ulang dari Buletin Mimbar Jumat, Amalan Yang Dicintai Allah oleh Drs. H. Muhammad Subki, MA

Lembut Hati



lembut hati
lembut hati
Sebab turunnya ayat ke 159 surat Ali Imran adalah seusai terjadi Perang Uhud, dimana pasukan musyrik Quraisy yang memutar jalan berhasil memukul pasukan panah Islam yang turun dari bukit Uhud untuk mengambil harta “ghanimah” (rampasan perang).
Pasukan Islam mengira bahwa pasukan Quraisy telah kalah dan peperangan telah benar-benar usai. Akibat kekeliruan ini banyak sahabat yang gugur, termasuk Hamzah paman Nabi SAW.
Melihat kekeliruan yang dilakukan para sahabat, tidak membuat Nabi SAW marah dan kesal. Karena Allah SWT telah melembutkan hatinya sebagaimana dengan firman-Nya: “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.. ” (QS. Ali Imran: 159).
Sifat lembut hati merupakan salah satu akhlak mulia dari Nabi S AW seperti yang dikatakan Abdullah bin Umar: “Sesungguhnya, saya menemukan sifat Rasulullah SAW dalam kitab-kitab terdahulu itu demikian : Sesungguhnya tutur katanya tidak kasar, hatinya tidak keras, tidak suka berteriak-teriak dipasar-pasar, dan tidak suka membalas kejahatan orang dengan kejahatan lagi, namun dia memaafkan dan mengampuninya. ” (Tafsir Ibnu Katsir II, hl.608)

Pangkal Kesabaran

Kelembutan hati Nabi SAW tidak hanya ditujukan kepada para sahabat yang telah paham dengan aturan agama, namun kepada orang awam yang belum memahami aturan agama pun beliau bersikap lembut dan santun.
Suatu hari ketika beberapa sahabat sedang khusyuk mendengarkan nasihat Nabi SAW di masjid Nabawi, tiba-tiba seorang Arab Badui masuk masjid dan tanpa basa-basi dia langsung buang air kecil di salah satu pojok masjid. Para sahabat yang melihatnya terkejut dan segera berdiri untuk memukul orang itu dan mengusirnya.
Melihat hal ini Nabi SAW segera mencegah tindakan para sahabat. Para sahabat pun lalu membiarkan Arab Badui tadi menuntaskan buang hajatnya. Setelah benar-benar selesai, Nabi SAW memerintahkan seorang sahabat mengambil seember air untuk mengguyur tempat Arab Badui buang hajatnya.
Tanpa rasa marah dan kesal Nabi SAW menghampiri orang itu dan mengatakan: “Sesungguhnya masjid itu tidak layak dikencingi dan dikotori. Sesungguhnya masjid itu tempat untuk shalat, berdzikir kepada Allah dan membaca Al-Qur’an” (HR. Muslim).
Nabi SAW memahami ketidak-tahuan si Arab Badui tersebut, sehingga kelembutan hati beliau bisa mengalahkan amarah beliau. Kalau hal itu terjadi di saat sekarang, mungkin si Arab Badui itu telah babak belur di “Vermak” oleh para jamaah masjid.
Sifat lembut hati, santun, ramah dan tidak cepat marah tidak hanya akan membuat manusia menaruh simpati kepada kita, tetapi Allah SWT-pun mencintainya. “Sesungguhnya Allah itu Maha Lembut dan Mencintai kelembutan ” (HR.Muslim).
Dengan modal kelembutan hati, seorang da’i pasti dengan mudah menarik simpati orang, seorang suami pasti disayang oleh keluarga dan jika seorang pemimpin pasti dicintai rakyatnya.
Rasa sakinah pun akan hadir dalam keluarga ketika kelembutan dan sikap santun menjadi perhiasannya. Nabi SAW bersabda: “Apabila Allah Azza wa Jalla menghendaki kebaikan suatu keluarga, Allah akan memasukkan kelembutan atas mereka ” (HR. Ahmad).

Kesaksian Sahabat

Dan ini telah dicontohkan oleh Nabi SAW dengan sikap beliau yang lembut, tidak pernah marah kepada pembantu rumah tangganya. Anas bin Malik, sebagaimana diriwayatkan Imam Mulim, Anas bin Malik berkata: “Aku menjadi pembantu Rasulullah selama sepuluh tahun. Belum pemah beliau berkata kasar kepadaku. Dan selama sepuluh tahun itu belum pernah beliau berkata kepadaku: ‘Mengapa kamu melakukan ini?’ Dan belum pernah beliau berkata: ‘Mengapa kau tidak lakukan sesuatu sepeninggalku?’ “.
Sepuluh tahun bukanlah sebentar dan selama itu Anas bin Malik belum pernah sekalipun dimarahi Nabi SAW. Coba bandingkan dengan keadaan sekarang, pembantu dianggap sebagai orang kecil yang bisa diperlakukan semena-mena oleh sang majikan, bahkan sudah tidak “dimanusiakan” lagi.
Sudah menjadi berita sebari-hari tentang perlakuan kasar majikan terhadap PRT (pembantu rumah tangga) mulai dari dipukuli sampai kehilangan nyawa akibat disiksa oleh majikan.
Inilah akibat tidak adanya kelembutan hati di dalam diri seseorang, sehingga rasa kesal, rasa marahmudah terlampiaskan, tidak terkontrol lagi dan di saat seperti itulah syetan dengan mudah memprovokasi untuk melakukan perbuatan yang tidak manusiawi.
Sikap lembut hati disertai rasa empati Nabi SAW kepada pembantunya tersirat pula dalam doa beliau,ketika Ibu Anas bin Malik memohon agar Nabi SAW mau mendoakan anaknya. Doa Nabi SAW : “Ya Allah, berilah dia harta dan anak yang banyak. Dan berkatilah atas apa yang Engkau beri “(HR.Bukhari).
Marilah mulai dari sekarang kita semai benih kelembutan hati dalam diri kita. Cobalah untuk mengendalikan diri kita sendiri dari sikap keras hati, gampang kesal atau marah dan berlaku kasar terhadap orang lain. Sikap santun dan lembut hati Nabi SAW perlu kita teladani, agar semua urusan kita menjadi mudah, indah dan membawa berkah di dunia dan akhirat.
Sumber : Lembar Risalah An-Natijah, No. 20/Thn. XIV – 15 Mei 2009

Mengagumi Rasulullah SAW



rasulullah saw
rasulullah saw
Ketika Rasulullah SAW sedang bertawaf mengelilingi Ka’bah, beliau mendengar seorang di hadapannya bertawaf sambil berzikir, “Ya, Karim! Ya, Karim!” Lalu, Nabi SAW menirunya, “Ya, Karim! Ya, Karim!” Orang itu lalu berhenti di salah satu sudut Ka’bah, lalu berzikir lagi. Nabi Muhammad pun kembali mengikutinya.
Seakan merasa seperti diolok-olok, orang itu menoleh ke belakang. Terlihat olehnya seorang laki-laki yang gagah dan tampan, yang belum pernah dikenalinya. Orang itu lalu berkata, “Wahai, orang tampan,
apakah engkau memang sengaja memperolok-olokku karena aku ini adalah orang Arab Badui? Kalaulah bukan karena kegagahanmu, pasti aku laporkan kepada kekasihku, Muhammad SAW.”
Rasulullah pun tersenyum, dan bertanya, “Tidakkah engkau mengenali nabimu, wahai, orang Badui?” Orang itu menjawab, “Belum.” Lalu, Rasulullah bertanya, “Jadi, bagaimana engkau beriman kepadanya?” Si Badui kembali berkata dengan mantap, “Saya percaya dengan mantap atas kenabiannya walaupun saya belum pernah melihatnya.”
“Wahai, orang Badui, ketahuitah, aku ini nabimu di dunia dan penolongmu nanti di akhirat,” ujar Nabi. Melihat Rasulullah di hadapannya, dia tercengang, seakan tak percaya. “Tuan ini Nabi Muhammad?” Nabi menjawab, “Ya.”
Ia segera menunduk untuk mencium kedua kaki Rasulullah. Melihat hal itu, Nabi segera menarik tubuh orang Badui itu seraya berkata, “Wahai, orang Badui, janganlah berbuat serupa itu. Perbuatan seperti itu biasanya dilakukan hamba sahaya kepada tuannya. Ketahuilah, Allah mengutusku bukan untuk menjadi seorang yang takabur dan yang minta dihormati atau diagungkan. Akan tetapi, demi berita gembira bagi orang yang beriman dan ancaman bagi yang mengingkarinya.”
Ada dua makna penting dalam kisah di atas. Pertama, kebanggaan tiada tara seorang hamba bertemu dengan Nabi SAW. Kedua, kecintaan terhadap Nabi bukan dengan cara memujanya, seperti mencium kaki. Nabi tak memposisikan dirinya di hadapan umatnya laksana tuan dan budak.
Kecintaan dan kekaguman terhadap Rasulullah hendaknya direfleksikan dari perilaku yang mencerminkan ketaatan terhadap ajarannya, bukan pada pribadinya secara fisik. Kita tak menemukan Rasulullah dalam bentuk fisik, tetapi ajaran kebenaran yang disampaikannya akan tetap “hidup” dan menjadi cahaya sepanjang zaman. Selama itu pula, umat akan merasakan kehadiran Rasulullah sekaligus menghormatinya.
Kesetiaan dan kekaguman kepada Rasulullah saat ini akan memiliki derajat yang sama dengan orang yang bertemu secara langsung tatkala kita menjadi umat yang taat dan selalu menegakkan syiar Islam yang diajarkannya.

Sumber : Mimbar Jum'at

Keistimewaan Islam



islam inside

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah berkata, “Ketahuilah, – semoga Allah merahmatimu -, bahwa wajib bagi kita mendalami empat masalah:
  1. Ilmu, yaitu mengenal Allah, mengenal Nabi-Nya dan mengenal agama Islam, berdasarkan dalil.
  2. Mengamalkan ilmu tersebut.
  3. Berdakwah dan mengajak orang lain kepadanya.
  4. Bersabar menghadapi segala rintangan dalam hal tersebut.
Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala: “Demi masa – Sesungguhnya setiap manusia benar-benar berada dalam kerugian, – kecuali orang-orang yang beriman, melakukan segala amal saleh dan saling nasehat-menasehati untuk (menegakkan) yang haq, serta nasehat-menasehati untuk (berlaku) sabar”. (Terj. Al-Ashr: 1-3).
Agama Islam memiliki banyak keistimewaan, di antaranya adalah:
1. Hanya Islam agama yang diridhai Allah dan diterima-Nya.
Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman: “Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, Maka sekali-kali tidaklah diterima (agama itu) dari padanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali Imran: 85)
2. Islam adalah agama yang lengkap
Allah Subhaanahu wa Ta’aala juga berfirman: “Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu“. (QS. Al Maidah: 3)
Dengan turunnya ayat ini, maka menjadi lengkaplah agama Islam sehingga tidak butuh lagi kepada penambahan.
Imam Malik rahimahullah berkata: “Barangsiapa yang berbuat bid’ah dalam Islam yang dipandangnya baik, maka sesungguhnya ia telah menyangka bahwa Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengkhinati risalahnya, karena Allah berfirman, “Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kamu agamamu”, oleh karenanya sesuatu yang pada waktu itu tidak termasuk agama, sekarang pun sama tidak termasuk agama”.
Di antara bukti lengkapnya Islam adalah Islam sampai mengatur masalah buang air.
Salman radhiyallahu ‘anhu pernah ditanya: “(Apakah) Nabi kalian shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan semuanya sampai masalah buang air?” Salman menjawab, “Ya, Beliau melarang kami buang air besar maupun kecil menghadap kiblat, beristinja’ (cebok) dengan tangan kanan, beristinja’ dengan batu yang kurang dari tiga dan beristinja’ menggunakan tahi binatang maupun dengan tulang”. (HR. Muslim)
Dalam Islam, permasalahan-permasalahan yang tidak berubah di setiap waktu dan tempat seperti masalah ‘aqidah dan ibadah diterangkan secara tafshil (rinci) dan banyak sekali dalil yang datang, sehingga seseorang tidak bisa menambah-nambah atau mengurangi.
Adapun dalam masalah yang berubah-ubah karena perbedaan tempat atau kurun waktu, seperti masalah peradaban, politik, mu’amalah maka Islam menerangkannya secara ijmal (garis besar) agar sejalan dengan maslahat manusia di setiap zaman dan setiap tempat.
3. Risalah Islam diperuntukkan untuk semua manusia
Demi Allah yang jiwa Muhammad di Tangan-Nya, tidak ada seorang pun yang mendengar tentang diriku dari umat ini; baik orang Yahudi maupun Nasrani, lalu ia meninggal dalam keadaan tidak beriman kepada yang kubawa (yakni agama Islam) kecuali ia pasti termasuk penghuni neraka.” (HR. Muslim)
4. Islam adalah agama para nabi
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Saya adalah manusia paling dekat dengan Isa putera Maryam di dunia dan akhirat. Para nabi itu saudara sebapak, namun ibu mereka berlainan, agama mereka sama.” (HR. Bukhari)
Hal itu, karena Islam jika dimaknakan secara umum adalah beribadah hanya kepada Allah Ta’ala dan menjauhi sesembahan selain Allah sesuai syari’at rasul yang diutus. Oleh karena itulah, agama para nabi adalah Islam. Orang-orang yang mengikuti rasul di zaman rasul tersebut diutus adalah orang Islam (muslim).
Orang-orang Yahudi adalah muslim di zaman Nabi Musa ‘alaihis salaam diutus dan orang-orang Nasrani adalah muslim di zaman Nabi ‘Isa ‘alaihis salaam diutus, adapun setelah diutusnya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka orang muslim adalah orang yang mengikuti (memeluk) agama Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, sedangkan yang tidak mau memeluk agamaBeliau adalah orang-orang kafir.
5. Agama Islam penuh dengan maslahat dan cocok di setiap zaman, di setiap tempat dan setiap ummat.
Yakni orang yang berpegang dengan agama Islam pasti berada di atas kebaikan dan kemajuan. Hal itu, karena memang Islam tidak menghalangi kemajuan bahkan mendorong untuk maju; mendorong mereka berfikir, bekerja dan berusaha. Sebaliknya, Islam mencela orang yang tidak menggunakan akalnya, bersikap taqlid (mengekor) serta malas bekerja dan berusaha.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sungguh, jika salah seorang di antara kamu mengambil talinya, lalu membawa seikat kayu bakar di atas punggungnya, kemudian dijualnya sehingga Allah menjaga kehormatannya, lebih baik daripada ia meminta-minta kepada manusia, terkadang mereka memberi dan terkadang tidak.” (HR. Bukhari dan Muslim)
6. Islam adalah agama yang mudah
Di dalam Agama Islam, tidak ada sesuatu yang menyulitkan manusia baik dalam masalah keyakinan maupun dalam masalah amalan, semuanya mudah diyakini dan diamalkan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya agama (Islam) mudah, tidak ada seorang pun yang hendak menyusahkan agama (Islam) kecuali ia akan kalah“. (HR. Bukhari)
Di antara prinsip Islam adalah ‘adamul haraj (meniadakan kesulitan). Oleh karena itu, Islam meringankan hukum-hukum untuk memudahkan manusia dengan beberapa cara, di antaranya:
  • Pengguguran kewajiban dalam keadaan tertentu, misalnya tidak wajibnya melakukan ibadah haji bagi yang tidak aman.
  • Pengurangan kadar dari yang telah ditentukan, seperti mengqashar shalat bagi orang yang sedang melakukan perjalanan.
  • Penukaran kewajiban yang satu dengan yang lainnya. Misalnya, kewajiban wudhu’ dan mandi diganti dengan tayammum.
  • Mendahulukan, yaitu mengerjakan sesuatu sebelum waktu yang telah ditentukan secara umum (asal), seperti jama’ taqdim, melaksanakan shalat ‘Ashar di waktu Zhuhur.
  • Menangguhkan, yaitu mengerjakan sesuatu setelah lewat waktu asalnya, seperti jama’ ta’khir, misalnya melaksanakan shalat Zhuhur di waktu ‘Ashar.
  • Perubahan, yaitu bentuk perbuatan berubah-ubah sesuai situasi yang dihadapi, seperti dalam shalat khauf (ketika perang). Allah Ta’ala berfirman: “Jika kamu dalam Keadaan takut (bahaya), maka shalatlah sambil berjalan atau berkendaraan. kemudian apabila kamu telah aman, maka sebutlah Allah (shalatlah).(QS. Al Baqarah: 239). Demikian juga ketika sakit yang membuat seseorang tidak sanggup berdiri, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Shalatlah sambil berdiri. Jika tidak sanggup, maka sambil duduk. Jika tidak sanggup, maka sambil berbaring.” (HR. Bukhari)
7. Perintah dan larangan yang ada dalam agama Islam tujuannya adalah untuk menjaga agama, menjaga jiwa, menjaga akal, menjaga keturunan dan menjaga harta, bahkan secara umum untuk kebaikan dan kebahagiaan manusia.
Contoh menjaga agama adalah dilarangnya perbuatan syirk dan diperintahkannya tauhid. Contoh menjaga jiwa adalah dilarangnya membunuh kecuali dengan alasan yang benar. Contoh menjaga akal adalah dilarangnya meminum minuman keras. Contoh menjaga harta adalah dilarangnya mencuri, merampas dsb.
8. Islam datang untuk membersihkan manusia luar dan dalam.
Contoh membersihkan bagian luar manusia adalah dengan diperintahkannya bersuci dari hadats (yakni dengan wudhu’, mandi atau tayammum) dan membersihkan diri dari najis. Sedangkan contoh membersihkan bagian dalam adalah dengan diperintahkannya bertobat dari segala macam dosa dan maksiat yang menodai batin seseorang.
Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman: “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS. Al Baqarah: 222)
9. Islam memerintahkan berakhlak mulia dan melarang berakhlak tercela
Diperintahkannya oleh Islam berbakti kepada orang tua dan dilarang mendurhakainya. Diperintahkannya berbuat baik kepada tetangga dan dilarang menyakitinya. Diperintahkannya berkata jujur dan dilarang berdusta, diperintahkannya menepati janji dan dilarang mengingkarinya, diperintahkannya menyambung tali silaturrahmi dan dilarang memutuskannya serta diperintahnya bersikap adil dan dilarang berbuat zhalim.
Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman: “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (QS. An Nahl: 90)
10. Islam dan pembawanya datang sebagai rahmat bagi alam semesta
Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman: “Dan Tidaklah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS. Al Anbiya’: 107)
Tidak hanya bagi manusia, bahkan hewan pun memperoleh rahmat Islam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:”Sayangilah makhluk yang ada di bumi, niscaya yang berada di atas langit (Allah) akan menyayangimu.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi dan Hakim, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jaami’ no. 3522)
11. Islam tidak hanya memperbaiki hubungan manusia dengan sesama, tetapi memperbaiki hubungan manusia dengan Allah Tuhannya dan dengan dirinya sendiri
Bertakwalah kepada Allah di mana saja kamu berada, iringilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik, niscaya perbuatan baik akan menghapusnya dan bergaullah dengan manusia memakai akhlak yang baik.” (Hasan shahih, HR. Tirmidzi)
12. Islam datang untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya
Rib’iy bin ‘Amir, salah seorang dari generasi salaf pernah ditanya oleh Rustum raja Persia: “Siapa yang mengirim anda?” ia menjawab: “Allah yang mengirim dan membawa kami agar Dia membebaskan siapa saja yang dikehendaki-Nya dari penyembahan kepada manusia menuju penyembahan kepada Allah, dari sempitnya dunia menuju kelapangannya dan dari kezhaliman berbagai agama menuju keadilan Islam. Dia mengutus kami membawa agama-Nya kepada makhluk-Nya agar kami mengajak mereka kepadanya.”
13. Islam juga sebagai agama yang wasath (pertengahan) antara melewati batas dan meremehkan
Contohnya dalam masalah ekonomi, Islam pertengahan antara kapitalisme yang mengumpulkan hartasebanyak-banyaknya dengan berbagai cara tanpa melihat halal dan haramnya, dengan komunisme yang tidak menghormati harta orang lain, tidak peduli meskipun untuk mendapatkannya harus menekan dan menzalimi manusia. Islam berada di tengah-tengah dalam berekonomi; Islam datang untuk menjaga harta dan mencarinya dengan cara-cara yang benar, jauh dari kezaliman, penipuan, gharar dan riba.
14. Islam adalah agama yang sesuai fitrah manusia
Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Ar Ruum: 30)
Manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama, yaitu agama tauhid (Islam). Kalau ada manusia yang tidak beragama tauhid, maka hal itu tidaklah wajar. mereka tidak bertauhid itu hanyalah karena pengaruh lingkungan.
15. Prinsip tasyri’ (ajaran) Islam adalah menegakkan maslahat, menjunjung nilai-nilai keadilan, tidak menyulitkan, sedikit tuntutan, lebih memperhatikan kepentingan bersama daripada kepentingan perorangan dan tadarruj/bertahap dalam tasyri’ (menetapkan undang-undang/aturan)
Semua prinsip ini ada dalam hukum Islam, namun karena keterbatasan risalah sehingga kami tidak dapat berpanjang lebar.

Sumber : Mimbar Jum'at

Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW


Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami pertihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat” (Q.S.Al-Israa’:1)

Isra’ Mi’raj adalah peristiwa luar biasa yang dialami Rasulullah pada malam 27 Rajab tahun ke 12 kenabian, begitu luar biasanya sehingga Allah mengfirmankan ayat yang menjadi petunjuk mengenai hal tersebut dengan kata SUBHANA, sebuah ungkapan ketika melihat kejadian yang menakjubkan. Menurut imam Al Harits : Tasbih itu berfungsi sebagai bantahan yang menolak kepada orang-or-ang kafir, karena setelah nabi Muhammad SAW menceritakan kepada mereka tentang Isra’ mereka mendustakannya. Jadi artinya adalah bahwa Maha Suci Allah dari menjadikan seorang Rasul yang bohong.
Isra’ dan Mi’raj merupakan dua kejadian yang berkesinambungan dan kesatuan yang tidak terpisahkan. Isra’ berarti perjalanan dimalam hari sedang mi’raj adalah tangga alat naik. Peristiwa Isra’ Mi’raj bermula ketika Malaikat Jibril AS mendapat perintah dari Allah untuk menjemput Nabi Muhammad SAW untuk menghadap Allah SWT. Jibril membangunkan Rasul dan membimbing-nya keluar Masjidil Haram ternyata diluar masjid telah menunggu kendaraan bernama Buraq sebuah kendaraan yang kecepatannya lebih cepat dari kecepatan rambat cahaya dan setiap langkahnya sejauh mata memandang.
Perjalanan dimulai Rasulullah mengendarai buraq bersama Jibril. Jibril berkata, “turunlah dan kerjakan shalat”.
Rasulullahpun turun. Jibril berkata, “dimanakah engkau sekarang ?”
“tidak tahu”, kata Rasul.
“Engkau berada di Madinah, disanalah engkau akan berhijrah “, kata Jibril.
Perjalanan dilanjutkan ke Syajar Musa (Masyan) tempat penghentian Nabi Musa ketika lari dari Mesir, kemudian kembali ke Tunisia tempat Nabi Musa menerima wahyu, lalu ke Baitullhmi (Betlehem) tempat kelahiran Nabi Isa AS, dan diteruskan ke Masjidil Aqsha di Yerussalem sebagai kiblat nabi-nabi terdahulu.
Jibril menurunkan Rasulullah dan menambatkan kendaraannya. Setelah rasul memasuki masjid ternyata telah menunggu Para nabi dan rasul. Rasul bertanya : “Siapakah mereka ?”
“Saudaramu para Nabi dan Rasul”.
Kemudian Jibril membimbing Rasul kesebuah batu besar, tiba-tiba Rasul melihat tangga yang sangat indah, pangkalnya di Maqdis dan ujungnya menyentuh langit. Kemudian Rasulullah bersama Jibril naik tangga itu menuju kelangit tujuh dan ke Sidratul Muntaha.
Dan sesungguhnya nabi Muhammad telah melihatJibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, yaitu di Sidratul Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal, (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratull Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dariyang dilihatnya itu dan tidakpula melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar.” (QS. An-Najm : 13 – 18).
Selanjutnya Rasulullah melanjutkan perjalanan menghadap Allah tanpa ditemani Jibril Rasulullah membaca yang artinya : “Segala penghormatan adalah milikAllah, segala Rahmat dan kebaikan“.
Allah berfirman yang artinya: “Keselamatan bagimu wahai seorang nabi, Rahmat dan berkahnya“.
Rasul membaca lagi yang artinya: “Keselamatan semoga bagi kami dan hamba-hamba Allah yang sholeh. Rasulullah dan ummatnya menerima perintah ibadah shalat“.
Berfirman Allah SWT : “Hai Muhammad Aku mengambilmu sebagai kekasih sebagaimana Aku telah mengambil Ibrahim sebagai kesayanagan dan Akupun memberi firman kepadamu seperti firman kepada Musa Akupun menjadikan ummatmu sebagai umat yang terbaik yang pernah dikeluarkan pada manusia, dan Akupun menjadikan mereka sebagai umat wasath (adil dan pilihan), Maka ambillah apa yang aku berikan kepadamu dan jadilah engkau termasuk orang-orang yang bersyukur“.
“Kembalilah kepada umatmu dan sampaikanlah kepada mereka dari Ku”.
Kemudian Rasul turun ke Sidratul Muntaha.
Jibril berkata : “Allah telah memberikan kehormatan kepadamu dengan penghormatan yang tidak pernah diberikan kepada seorangpun dari makhluk Nya baik malaikat yang terdekat maupun nabi yang diutus. Dan Dia telah membuatmu sampai suatu kedudukan yang tak seorangpun dari penghuni langit maupun penghuni bumi dapat mencapainya. Berbahagialah engkau dengan penghormatan yang diberikan Allah kepadamu berupa kedudukan tinggi dan kemuliaan yang tiada bandingnya. Ambillah kedudukan tersebut dengan bersyukur kepadanya karena Allah Tuhan pemberi nikmat yang menyukai orang-orang yang bersyukur”.
Lalu Rasul memuji Allah atas semua itu.
Kemudian Jibril berkata : “Berangkatlah ke surga agar aku perlihatkan kepadamu apa yang menjadi milikmu disana sehingga engkau lebih zuhud disamping zuhudmu yang telah ada, dan sampai lah disurga dengan Allah SWT. Tidak ada sebuah tempat pun aku biarkan terlewatkan”. Rasul melihat gedung-gedung dari intan mutiara dan sejenisnya, Rasul juga melihat pohon-pohon dari emas. Rasul melihat disurga apa yang mata belum pernah melihat, telingan belum pernah mendengar dan tidak terlintas dihati manusia semuanya masih kosong dan disediakan hanya pemiliknya dari kekasih Allah ini yang dapat melihatnya. Semua itu membuat Rasul kagum untuk seperti inilah
mestinya manusia beramal. Kemudian Rasul diperlihatkan neraka sehingga rasul dapat melihat belenggu-belenggu dan rantai-rantainya selanjutnya Rasulullah turun ke bumi dan kembali ke masjidil haram menjelang subuh.
Mandapat Mandat Shalat 5 waktu
Agaknya yang lebih wajar untuk dipertanyakan, bukannya bagaimana Isra’ Mi’raj, tetapi mengapa Isra’ Mi’raj terjadi ? Jawaban pertanyaan ini sebagaimana kita lihat pada ayat 78 surat al-lsra’, Mi’raj itu untuk menerima mandat melaksanakan shalat Lima waktu. Jadi, shalat inilah yang menjadi inti peristiwa Isra’Mi’raj tersebut.
Shalat merupakan media untuk mencapai kesalehan spiritual individual hubungannya dengan Allah. Shalat juga menjadi sarana untuk menjadi keseimbangan tatanan masyarakat yang egaliter, beradab, dan penuh kedamaian. Makanya tidak berlebihan apabila Alexis Carrel menyatakan : “Apabila pengabdian, sholat dan do’a yang tulus kepada Sang Maha pencipta disingkirkan dari tengah kehidupan bermasyarakat, hal itu berarti kita telah menandatangani kontrak bagi kehancuran masyarakat tersebut“. Perlu diketahui bahwa A. Carrel bukanlah orang yang memiliki latar belakang pendidikan agama, tetapi dia adalah seorang dokter dan pakar Humaniora yang telah dua kali menerima nobel atas hasil penelitiannya terhadap jantung burung gereja dan pencangkokannya. Tanpa pendapat Carrel pun, Al – Qur’an 15 abad yang lalu telah menyatakan bahwa shalat yang dilakukan dengan khusu’ akan bisa mencegah perbuatan keji dan mungkar, sehingga tercipta tatanan masyarakat yang harmonis, egaliter, dan beretika.
Sumber : Risalah Dakwah Mau’izah Hasanah No. 525 – 8 Agustus 2008

Senin, 04 Maret 2013

Nama Nama Islam

Nama Nama Islam – Bagi anda calon ibu, pasti ingin mencari nama yang bagus dan mempunyai arti yang baik untuk anak anda nantinya.

Nah di sinilah jawabannya. Kumpulan Nama Nama Islam tersedia lengkap di sini, semoga anda menemukan sebuah nama yang terbaik untuk anak anak anda.
Nama Nama Islam
Nama Nama Islam untuk anak perempuan:
Afifa : jujur, tegak
Amira : putri
Azhaar : bunga
Azizah : Sayang, kuat
Azra : perawan
Bilqis : nama ratu Sheeba yang menjadi Muslim di waktu Salomo
Durriyah : cemerlang
Dafiya : Narrator hadis, putri Muhammad bin Bisharah
Daria : mengetahui, pintar
Darra : mutiara, cemerlang, nama sebuah Sahabiyah RA, putri Abu Lahab
Deenah : Ketaatan
Dila : pikiran
Dilara : Kekasih, orang yang menghiasi hati
Dildar : Memiliki hati yang besar. Istri Kaisar Mughal Babur
Eiliyah : satu yang indah untuk bertumbuh dalam damai dan cinta dengan Allah
Eliza : berharga
Enisa : teman baik
Erina : wanita cantik
Erum : Surga
Eshal : Nama bunga di surga
Eshmaal : Bunga mawar merah
Ezzah : Seseorang yang memberikan kehormatan, rasa hormat
Faiza : menang
Farah : kebahagiaan
Farha : bahagia
Faariha : senang, gembira, ceria, gembira
Fadia : Penebus)
Faida : keuntungan, keuntungan, nilai, kesejahteraan
Faiqa : luar biasa, dibedakan, unggul
Faiza : Jaya, kemenangan, pemenang, sukses, makmur
Haeda : Seorang wanita yang bertobat banyak
Haemah : Cinta berlebihan
Hafeeza : pelindung
Haffafa : bersinar, tipis, damai, lembut
Hafiza : gelar kehormatan dari seorang wanita yang telah memorised Quran, penjaga, pelindung
Hafsa : istri Muhammad; putri dari Khalifa Umar
Husna Farisah : Yang lawa, cantik & pengemudi mahir
Hannah Damia : Kasih sayang & kebijakan, keberkatan
Inas : ramah
Lidya Alya : Remaja, muda & ketinggian
Liyana Zahirah : Kelembutan & yang cantik berseri
Nurin Najwa : Cahaya & bisikan rahasia
Uyainah : mata; deria penglihatan
Uzma/Uzmaa : paling kuat; hebat
Uzmana : cita-cita; keazaman
Waadiyah : janji baik
Waahidah : yang tunggal
Wadaah : ketenangan
Wadhihah : yang terang; yang jelas
Wadihah : jelas dan terang
Nama Nama Islam
Nama Nama Islam untuk anak Lelaki:
Aban : Hal yang lebih jelas
Abbad : penyembah besar
Abbas : nama paman Nabi
Abdul Rafi : Hamba dari Sang Peninggi (derajat)
Abdul Sami : Hamba dari Sang Pendengar
Adib : berbudaya, beradab
Affan : nama ayah Khalifah Usman
Almas : intan
Amir : berkembang, sejahtera
Ammar : pembangun ammaar-besar
Antar : nama pahlawan ksatria Arab
Arwarh : lebih lembut, lebih ramah
Asyraf : lebih mulia
Asif : pendeskripsi
Asil : kemurnian
Asir : menawan, memesona
Askari : tentara
Arif :Tahu, bijaksana
Ayaz : budak [Persia]
Azhar : sangat atau lebih jelas
Azri Imran : kekuatan, penyokong & budi bahasa
Baariq : bersinar, pencahayaan, menerangi
Basil : berani
Badruddin : Bulan purnama agama (Islam)
Bahhas : Cendekiawan penelitian; nama seorang sahabat Nabi
Diwan : istana, mahkamah keadilan
Daanish : Kebijaksanaan, Belajar, Sains
Daylam : Nama seorang sahabat Nabi saw
Dayyan : Perkasa, Penguasa
Danish Aniq : pengetahuan, bijak & yang kacak lagi menawan hati
Ehan : bulan penuh
Ihsan : bertenaga
El-Amin : terpercaya
Emran : Kemajuan, Prestasi.
Eshan : Layak
Fazari :nisbah
Fidai/ Fida’iy : yang berkorban kerana perjuangan
Fikri : fikiran
Firas : kecerdikan
Firdaus : nama syurga
Fuad/ Fu’aad : hati; jiwa
Fuadi : jiwa
Fudail/Fudhail : kelebihan; kemuliaan
Faiq : luar biasa, terjaga
Faqih : bijaksana
Fatih : penakluk, pembuka
Faaiz : Jaya, kemenangan, sukses
Faateh : Penakluk
Fahmi : Intelligent, intelektual, faham, mengerti
Faid : Benefit, keuntungan, keuntungan, nilai, kesejahteraan
Faiq : Excellent, luar biasa, dibedakan, unggul
Faisal : tegas, pedang, seorang hakim
Faiz : Super kelimpahan, penembusan, banyak, kemurahan hati, anugerah, kemurahan, karunia
Faizan : Dermawan
Faizi : Diberkahi dengan berlimpah-limpahnya
Faizul Anwar : Kelimpahan cahaya atau rahmat
Faizullah : Kelimpahan dari Allah
Fajar : Fajar, naik, mulai, mulai
Hamza : nama paman Nabi
Hariz : kuat, aman, dijaga
Hasan : cantik, baik
Imad : pilar, pos, dukungan
Iqbal : advance, datangnya
Isam : sukses mandiri

Popular Posts

 
;