Powered By Blogger

Kamis, 28 Februari 2013

Menyebarkan Salam


Bagian perkara yang akan menumbuhkan cinta dan kasih sayang antara sesame adalah menyebarkan salam (kedamaian) dan mewujudkannya. Karena itulah ada beberapa hadits Rasulullah SAW yang menganjurkan dan menjelaskan dampak positif dan keutamaannya:
Barra Ibn Azib ra. berkata, “Rasulullah SAW memerintahkan kita akan tujuh perkara: (1) menjenguk orang sakit, (2) mengiringi jenazah, (3) mendoakan orang yang bersin, (4) menolong orang yang lemah, (5) membantu orang yang teraniaya, (6) menyebarkan salam dan (7) melaksanakan sumpah dengan baik.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari Abu Hurairah ra., ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Kalian tidak akan masuk surga, kecuali dengan beriman. Kalian tidak akan beriman, kecuali dengan saling mencintai. Maukah kalian aku tunjukkan kepada sesuatu yang jika kalian lakukan, maka kalian akan saling mencintai? Sebarkanlah salam diantara kalian!” (HR. Muslim)
Dalam riwayat Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad, dari Anas ra., Rasulullah SAW bersabda, “Salam adalah termasuk salah satu dari nama Allah yang diletakkan didunia. Sebarkanlah salam diantara kalian!”
Dari Abdullah Ibn Amr ra., “Seorang pemuda bertanya kepada Rasulullah SAW., `Apa yang terbaik dalam Islam?’ Rasulullah menjawab, `Memberi makan (orang miskin) dan mengucapkan salam kepada yang engkau kenal atau yang tidak engkau kenal.’” (HR. Bukhari dan Muslim)
Rasulullah menjelaskan bahwa di antara hak muslim atas saudaranya ialah mengucapkan salam. Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, “Hak seorang Muslim atas orang muslim ada enam.” Ditanyakan, “Apa saja ya Rasulullah?” Rasulullah SAW bersabda, “(1) Jika engkau bertemu dengannya, maka ucapkanlah salam. (2) Jika dia mengundangmu, maka datanglah. (3) Jika dia meminta nasihatmu, berilah nasihat. (4) Jika dia bersin dan mengucapkan alhamdulillah, doakanlah. (5) Jika dia sakit, jenguklah. (6) Jika dia meninggal dunia, maka iringilah jenazahnya.” (HR. Muslim)
Dari Abu Sa’id al-Khudri ra. Nabi SAW bersabda, “Hindarilah duduk di jalan-jalan!” Mereka berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana jika kita tidak ada tempat didik yang lain untuk berbincang-bincang?” Lalu Rasulullah SAW bersabda, “”Jika kalian enggan meninggalkan tempat itu, maka berikan hak jalan itu!” Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah apa hak jalan ini?” Rasulullah SAW menjawab, “Menjaga pandangan, tidak mengganggu, membalas salam, menyuruh kepada kebaikan dan melarang kemungkaran.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Manusia yang paling mulia di hadapan Allah adalah orang yang memulai memberi salam, sebagaimana sabda Rasulullah SAW.
Rasulullah SAW memberi salam kepada anak-anak kecil, seperti disebutkan dalam ash-shahihain dari Anas ra., Beliau juga memberi salam kepada para wanita, sebagaimana disebutkan dalam sunan Tirmidzi dan al- Adab al-Mufrad milik Bukhari dengan sanad hasan dari Asma binti Yazid ra., “Rasulullah SAW melewatiku, dan aku disamping teman-teman sebayaku, lalu beliau memberi salam kepada kami.”
Begitu juga dalam suatu perkumpulan terdapat muslimin, musyrikin, penyembahan patung dan Yahudi. Nabi SAW mengucapkan salam kepada perkumpulan seperti itu. (HR. Bukhari dan Muslim)
Para sahabat Rasulullah, jika sedang berjalan kemudian berhadapan dengan pohon atau semak belukar yang menyebabkan mereka harus berpisah satu sama lain, mereka memberi salam ketika bertemu lagi. (Ibnu Sunni dalam bukunya, “Amal al-Yaum wa al-Lailah)
Yang juga akan menumbuhkan rasa cinta dan kasih adalah berkirim salam kepada orang lain. Dan ini bukan perkara yang berat. Dari Aisyah ra., Rasulullah SAW berkata, “Wahai Aisyah, Jibril menyampaikan salam kepadamu.” Aisyah ra., berkata, “Untuknya salam dan rahmat Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari Abu Hurairah ra., Nabi SAW berkata, “Sesungguhnya aku berharap, jika umurku panjang, bisa berjumpa dengan Isa ibn Maryam as. Jika ada diantara kalian yang bertemu dengannya, maka sampaikanlah salamku kepadanya.” (HR. Ahmad)
Jadi, dalam berkirim salam terdapat pahala dan ganjaran yang besar. Yang paling membuat orang Yahudi menjadi dengki adalah adanya salam dan kata “amin”.
Diriwayatkan dari Aisyah ra., dari Nabi SAW., “Yang membuat orang- orang Yahudi dengki kepada kalian adalah salam dan kata amin.” (HR. Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah dan Bukhari dalam al-Abad al-Mufrad)
Salam merupakan salah satu dari nama-nama Allah dan menyebarkan salam berarti menyebut Allah, sebagaimana difirmankan oleh Allah, “Laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (mengingat) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al-Ahzab: 35)
Berapa banyak kejahatan yang gagal dengan adanya kalimat, as- salamu’alaikum! Berapa banyak kebaikan yang diperoleh dengan kalimat as-salamu’alaikum! Berapa banyak hubungan persaudaraan terjalin dengan kalimat as-salamu’alaikum!
Dan sebaliknya, beberapa banyak kesulitan, bencana, kesengsaraan, terputusnya tali persaudaraan, ketidak peduliaan dan permusuhan, disebabkan meninggalkan ucapan as-salamu’alaikum!
Sebarkanlah dan perbanyaklah salam. Ucapkanlah salam kepada yang muda, tua, kaya, miskin, laki-laki, perempuan…, baik yang Anda kenal maupun yang tidak; bahkan kepada orang yang sudah meninggal sekalipun. Yakin bahwa didalam salam kepada orang-orang yang sudah meninggal dunia ada kebaikan. Insya Allah.
***

Sholat Subuh, Ujian Terberat Bagi Munafikin


Ceritanya, suatu ketika, Dr. Raghib menemui seorang ustadz (da’i) yang ceramahnya begitu memukau dan menanyakan perihal penyebab da’i itu jarang salat Subuh berjamaah di masjid. Pertanyaan ini diajukan, setelah sebelumnya beliau mengamati langsung beberapa Hari dan ikut salat Subuh di masjid dekat rumah si da’i, namun tidak melihat sang da’i salat Subuh di situ.
Mendapat pertanyaan demikian, sang da’i dengan enteng dan tanpa rasa malu menjawab pertanyaan Dr. Raghib: ” Maafkan saya, semoga Allah mengampuni saya dan mengampuni Anda. Kondisi saya sangat sulit. Pagi-pagi saya sudah mulai kerja, sementara tidur agak terlambat. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Mendengar jawaban seperti itu, kontan saja hati beliau bergejolak, jiwanya terasa sempit dan tenggorokkannya terasa tersumbat.
Akhirnya, dari kejadian itu beliau termotivasi untuk segera menulis sebuah buku tentang hikmah di balik salat Subuh, yang kemudian -atas kehendak Allah swt.- buku itu (Misteri Salat Subuh) menjadi Best Seller.
Makna Ujian
Ungkapan lidah sering tak sesuai dengan keyakinan hati. dan beribu ucapan tidak sesuai dengan amal perbuatan. Mukmin yang benar dan jujur adalah yang sesuai antara perkataan dengan perbuatannya. Sedangkan orang munafik, secara lahiriah kelihatan bagus dan bersih, namun hatinya keras bagaikan batu, bahkan lebih keras lagi.
Allah swt. Maha Mengetahui apa yang terlintas dalam hati manusia. Mengetahui Mata yang tidak jujur dan segala yang tersembunyi dalam dada. Mengetahui yang munafik dari yang mukmin, serta mengetahui yang dusta dari yang jujur.
Namun, atas kehendak-Nya, Dia berhak memberikan ujian-ujian tertentu, untuk mengetahui rahasia hati yang tersembunyi dalam setiap jiwa; serta menunjukkan siapa yang hanya berbicara tanpa melaksanakan apa yang ia katakan; atau menyakini sesuatu, tapi tidak merealisasikannya.
Tujuan ditampakkannya rahasia hati itu karena Allah swt. Ingin menegakkan hujjah (alasan) atas manusia, agar di Hari kiamat nanti tidak Ada seorang pun yang merasa terzalimi dan teraniaya. Mereka diberi ujian, akan tetapi sebagian besar gagal dalam ujian tersebut. Lebih dari itu, melalui ujian, Allah swt. Ingin membersihkan barisan orang-orang mukmin dari orang-orang munafik. Sebab, bercampurnya orang mukmin dengan orang munafik akan melemahkan barisan, menyebabkan kegoncangan, dan mengakibatkan kekalahan serta kehancuran.
Ujian merupakan sunnah ilahiyah dan sebagai standar bagi semua manusia tanpa kecuali, yang berlaku sejak Adam a.s. diciptakan hingga hari kiamat kelak.
Allah swt. Berfirman dalam kitab-Nya: Alif lam mim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: ” Kami telah beriman, sedang mereka tidak diuji lagi? dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. (QS.Al-Ankabut [29]: 1-3).
Ujian dari Allah swt. Tidak sedikit jumlahnya, dan berlaku terus-menerus sejak manusia mendapat beban syariat, sampai tibanya kematian. Jihad fisabilillah merupakan ujian, bahkan sebagai ujian yang sangat berat. Namun, bukan mustahil dilakukan karena orang-orang mukmin bisa Lulus dalam ujian itu. Sedangkan orang-orang munafik, tidak akan Lulus. Infak di jalan Allah swt. Adalah ujian. Ujian ini sulit, tetapi bukan sesuatu yang mustahil.
Orang mukmin mampu melaksanakannya, sementara orang munafik tidak akan mampu. Begitu pula, bersikap baik terhadap sesama manusia juga ujian; menahan amarah juga ujian; rida dengan hukum Allah swt. Juga ujian; berbuat baik kepada orang tua pun ujian, dan seterusnya.
Ujian memiliki variasi tingkat kesulitan. Seorang mukmin harus lulus dalam semua ujian itu untuk membuktikan kebenaran imannya, dan untuk menyelaraskan antara lisan dan hatinya.
Salat Subuh, Ujian Terberat
Inilah ujian yang sesungguhnya. Ujian yang sangat sulit, namun bukan satu hal yang mustahil. Nilai tertinggi dalam ujian ini ­bagi seorang laki-laki­ adalah salat Subuh secara rutin berjamaah di masjid. Sedangkan bagi wanita, salat Subuh tepat pada waktunya di rumah. Setiap orang dianggap gagal dalam ujian penting ini, manakala mereka salat tidak tepat waktu, sesuai yang telah ditetapkan Allah swt.
Sikap manusia dalam menunaikan salat wajib cukup beragam. Ada yang mengerjakan sebagian salatnya di masjid, namun meninggalkan sebagian yang lain. Ada pula yang melaksanakan salat sebelum habis waktunya, namun dikerjakan di rumah. Dan, Ada pula sebagian orang yang mengerjakan salat ketika hampir habis Batas waktunya (dengan tergesa-gesa). Yang terbaik di antara mereka adalah yang mengerjakan salat wajib secara berjamaah di mushala/masjid pada awal waktu.
Rasulullah saw. Telah membuat klasifikasi yang dijadikan sebagai tolok ukur untuk membedakan antara orang mukmin dengan orang munafik. Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., Ia berkata bahwa Rasulullah saw. Bersabda: ” Sesungguhnya salat yang paling berat bagi orang munafik adalah salat Isya’ dan salat Subuh. Sekiranya mereka mengetahui apa yang terkandung di dalamnya, niscaya mereka akan mendatangi keduanya sekalipun dengan merangkak. (HR. Al-Bukhari dan Muslim). Apabila Rasulullah saw. meragukan keimanan seseorang, beliau akan menelitinya pada saat salat Subuh. Apabila beliau tidak mendapati orang tadi salat Subuh (di masjid), maka benarlah apa yang beliau ragukan dalam hati.
Di balik pelaksanaan dua rakaat di ambang fajar ini, tersimpan rahasia yang menakjubkan. Banyak permasalahan yang bila dirunut, bersumber dari pelaksanaan salat Subuh yang disepelekan. Itulah sebabnya, para sahabat Rasulullah saw. sekuat tenaga agar tidak kehilangan waktu emas itu.
Pernah suatu hari, mereka terlambat salat Subuh dalam penaklulkan benteng Tastar. ‘Kejadian’ ini membuat seorang sahabat, Anas bin Malik selalu menangis bila mengingatnya. Yang menarik, ternyata Subuh juga menjadi waktu peralihan dari era jahiliyah menuju era tauhid. Kaum ‘Ad, Tsamud, dan kaum pendurhaka lainnya, dilibas azab Allah swt. pada waktu Subuh.
Seorang penguasa Yahudi pernah menyatakan bahwa mereka tidak takut dengan orang Islam, kecuali pada satu hal, yaitu bila jumlah jamaah salat Subuh mencapai jumlah jamaah salat Jumat. Memang, tanpa salat Subuh, umat Islam tidak lagi berwibawa. Tak selayaknya kaum muslimin mengharapkan kemuliaan, kehormatan, dan kejayaan, bila mereka tidak memperhatikan salat ini.
Bagaimana orang-orang muslim tidur di waktu Subuh, lalu dia berdoa pada waktu Dhuha atau waktu Zhuhur atau waktu sore hari (Ashar), memohon kemenangan, keteguhan dan kejayaan di muka bumi. Bagaimana mungkin?
Sesungguhnya agama ini tidak akan mendapatkan kemenangan, kecuali telah terpenuhi semua syarat-syaratnya. Yaitu dengan melaksanakan ibadah, konsekuen dengan akidah, berakhlak mulia, mengikuti ajaran-Nya, tidak melanggar larangan-Nya, dan tidak sedikit pun meninggalkannya, baik yang sepele apalagi yang sangat penting.
Subhanallah! Allah swt. akan mengubah apa yang terjadi di muka bumi ini dari kegelapan menjadi keadilan, dari kerusakan menuju kebaikan. Semua itu terjadi pada waktu yang mulia, ialah waktu Subuh. Berhati-hatilah, jangan sampai tertidur pada saat yang mulia ini. Allah swt akan memberikan jaminan kepada orang yang menjaga salat Subuhnya, yaitu terbebas dari siksa neraka jahanam. Diriwayatkan dari Ammarah bin Ruwainah r.a., ia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw bersabda: “Tidak akan masuk neraka, orang yang salat sebelum terbit matahari dan sebelum terbenam matahari.” (HR. Muslim).
Salat Subuh merupakan hadiah dari Allah swt., tidak diberikan, kecuali kepada orang-orang yang taat lagi bertaubat. Hati yang diisi dengan cinta kemaksiatan, bagaimana mungkin akan bangun untuk salat Subuh? Hati yang tertutup dosa, bagaimana mungkin akan terpengaruh oleh hadist-hadist yang berbicara tentang keutamaan salat Subuh?
Orang munafik tidak mengetahui kebaikan yang terkandung dalam salat Subuh berjamaah di masjid. Sekiranya mereka mengetahui kebaikan yang ada di dalamnya, niscaya mereka akan pergi ke masjid, bagaimanapun kondisinya, seperti sabda Rasulullah saw.: ” Maka mereka akan mendatanginya, sekalipun dengan merangkak.”
Coba kita bayangkan ketika ada seorang laki-laki yang tidak mampu berjalan, tidak ada orang yang membantu memapahnya. Dalam kondisi yang sedemikian rupa, ia bersikeras mendatangi masjid dengan merangkak dan merayap di atas tanah untuk mendapatkan kebaikan yang terkandung dalam salat Subuh berjamaah Sekiranya kita saksikan ada orang yang meninggalkan salat Subuh berjamaah di masjid (dengan sengaja), maka kita akan mengetahui betapa besar musibah yang telah menimpanya.
Tentu saja, tulisan ini bukan untuk menuduh orang-orang yang tidak menegakkan salat Subuh di masjid dengan sebutan munafik. Allah swt Maha Tahu akan kondisi setiap muslim. Namun, sebaiknya hal ini dapat dijadikan sebagai bahan koreksi bagi setiap individu (kita), orang-orang yang kita cintai, anak-anak, serta sahabat-sahabat kita. Sudahkah kita salat Subuh berjamaah di masjid/musalla secara istiqomah?
Jika seseorang meninggalkan salat Subuh dengan sengaja, maka kesengajaan tersebut adalah bukti nyata dari sifat kemunafikan. Barang siapa yang pada dirinya terdapat sifat ini, maka segeralah bermuhasabah (intropeksi diri) dan bertaubat. Mengapa? Karena dikhawatirkan akhir hayat yang buruk (su’ul khatimah) akan menimpanya. Nauzubillah minzalik! (HD).
***

Menahan Amarah dan Penuh Kasih Sayang


Kelemahlembutan adalah akhlak mulia. Ia berada diantara dua akhlak yang rendah dan jelek, yaitu kemarahan dan kebodohan. Bila seorang hamba menghadapi masalah hidupnya dega kemarahan dan emosional, akan tertutuplah akal dan pikirannya yang akhirnya menimbulkan perkara-perkara yang tidak diridhoi Allah ta’ala dan rasul-Nya. Dan jika hamba tersebut menyelesaikan masalahnya dengan kebodohan dirinya, niscaya ia akan dihinakan manusia. Namun jika dihadapi dengan ilmu dan kelemahlembutan, ia akan mulia di sisi Allah ta’ala dan makhluk-makhluknya. Orang yang memiliki akhlak lemah lembut, insya Allah akan dapat menyelesaikan problema hidupnya tanpa harus merugikan orang lain dan dirinya sendiri.
Melatih diri untuk dapat memiliki akhlak mulia ini dapat dimulai dengan menahan diri ketika marah dan mempertimbangkan baik buruknya suatu perkara sebelum bertindak. Karena setiap manusia tidk pernah terpisahkan dari problema hidup, jika ia tidak membekali dirinya dengan akhlak ini, niscaya ia gagal untuk menyelesaikan problemanya.
Demikian agungnya akhlak ini sehingga rasullah memuji sahabatnya Asyaj Abdul Qais dengan sabdanya : “Sesungguhnya pada dirimu ada dua perangai yang dicintai Allah yakni sifat lemah lembut (sabar) dan ketenangan (tidak tergesa-gesa)”. (HR. Muslim)
Akhlak mulia ini terkadang diabaikan oleh manusia ketika amarah telah menguasai diri mereka, sehingga tindakannya pun berdampak negatif bagi dirinya ataupun orang lain. Padahal rasulullah sudah mengingatkan dari sifat marah yang tidak pada tempatnya, sebagaimana beliau bersabda kepada seorang sahabat yang meminta nasehat : “ Janganlah kamu marah.” Dan beliau mengulanginya berkali-kali dengan bersabda : “Janganlah kamu marah”. (HR. Bukhari).
Dari hadits ini diambil faedah bahwa marah adalah pintu kejelekan, yang penuh dengan kesalahan dan kejahatan, sehingga rasulullah mewasiatkan kepada sahabatnya itu agar tidak marah. Tidak berarti manusia dilarang marah secara mutlak. Namun marah yang dilarang adalah marah yang disebabkan oleh hawa nafsu yang memancing pelakunya bersikap melampaui batas dalam berbicara, mencela, mencerca, dan menyakiti saudaranya dengan kata-kata yang tidak terpuji, yang mana sikap ini menjauhkannya dati kelemahlembutan.
Di dalam hadits yang shahih Rasulullah shalallahu ‘alahi wa sallam bersabda : “Bukanlah dikatakan seorang yang kuat itu dengan bergulat, akan tetapi orang yang kuat dalam menahan dirinya dari marah”. (Muttafaqqun’alahi).
Ulama telah menjelaskan berbagai cara menyembuhkan penyakit marah yang tercelah yang ada pada seorang hamba, yaitu :
Berdoa kepada Allah, yang membimbing dan menunjuki hamba-hambaNya ke jalan yang lurus dan menghilangkan sifat-sifat jelek dan hina dari diri manusia. Allah ta’alah berfirman: “Berdoalah kalian kepadaku niscaya akan aku kabulkan.” (Ghafir: 60)
Terus-menerus berdzikir pada Allah seperti membaca Al-Quran, bertasbih, bertahlil, dan istigfar, karena Allah telah menjelaskan bahwa hati manusia akan tenang dan tenteram dengan mengingat Allah. Allah berfirman : “Ingatlah dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram” ( Ar-Ra’d : 28).
Mengingat nash-nash yang menganjurkan untuk menahan marah dan balasan bagi orang-orang yang mampu manahan amarahnya sebagaimana sabda nabi shalallahu ‘alaihi wasallam : “ Barangsiapa yang menahan amarahnya sedangkan ia sanggup untuk melampiaskannya, (kelak di hari kiamat) Allah akan memanggilnya di hadapan para makhluq-Nya hingga menyuruhnya memilih salah satu dari bidadari surga, dan menikahkannya dengan hamba tersebut sesuai dengan kemauannya “ (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani, lihat shahihul jami’ No. 6398).
Merubah posisi ketika marah, seperti jika ia marah dalam keadaan berdiri maka hendaklah ia duduk, dan jikalau ia sedang duduk maka hendaklah ia berbaring, sebagaimana sabda rasulullah shalallahu alaihi wa sallam : “ Apabila salah seorang diantara kalian marah sedangkan ia dalam posisi berdiri, maka hendaklah ia duduk. Kalau telah reda/hilang marahnya (maka cukup dengan duduk saja), dan jika belum hendaklah ia berbaring.” (Al-Misykat 5114).
Berlindung dari setan dan menghindar dari sebab-sebab yang akan membangkitkan kemarahannya.
Demikianlah jalan keluar untuk selamat dari marah yang tercela. Dan betapa indahnya perilaku seorang muslim jika dihiasi dengan kelemahlembutan dan kasih sayang, karena tidaklah kelemahlembutan berada pada suatu perkara melainkan akan membuatnya indah. Sebaliknya bila kebengisan dan kemarahan ada pada suatu urusan niscaya akan menjelekkannya. Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda : “ Tidaklah kelemahlembutan itu berada pada sesuatu kecuali akan membuatnya indah, dan tidaklah kelembutan itu dicabut kecuali akan menjadikannya jelek.” (HR. Muslim).
***

Etika di Masjid


Berdo`a di saat pergi ke masjid. Berdasarkan hadits Ibnu Abbas Radhiallaahu anhu beliau menyebutkan: Adalah Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam apabila ia keluar (rumah) pergi shalat (di masjid) berdo`a:
“Ya Allah, jadikanlah cahaya di dalam hatiku, dan cahaya pada lisanku, dan jadikanlah cahaya pada pendengaranku dan cahaya pada penglihatanku, dan jadikanlah cahaya dari belakangku, dan cahaya dari depanku, dan jadikanlah cahaya dari atasku dan cahaya dari bawahku. Ya Allah, anugerahilah aku cahaya”. (Muttafaq’alaih).
Berjalan menuju masjid untuk shalat dengan tenang dan khidmat. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam telah bersabda: “Apabila shalat telah diiqamatkan, maka janganlah kamu datang menujunya dengan berlari, tetapi datanglah kepadanya dengan berjalan dan memperhatikan ketenangan. Maka apa (bagian shalat) yang kamu dapati ikutilah dan yang tertinggal sempurnakanlah. (Muttafaq’alaih).
Berdo`a disaat masuk dan keluar masjid. Disunatkan bagi orang yang masuk masjid mendahulukan kaki kanan, kemudian bershalawat kepada Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam lalu mengucapkan:
“(Ya Allah, bukakanlah bagiku pintu-pintu rahmat-Mu)”
Dan bila keluar mendahulukan kaki kiri, lalu bershalawat kepada Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam kemudian membaca do`a:
“(Ya Allah, sesungguhnya aku memohon bagian dari karunia-Mu)”. (HR. Muslim).
Disunnatkan melakukan shalat sunnah tahiyatul masjid bila telah masuk masjid. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “Apabila seorang di antara kamu masuk masjid hendaklah shalat dua raka`at sebelum duduk”. (Muttafaq alaih).
Dilarang berjual-beli dan mengumumkan barang hilang di dalam masjid. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “Apabila kamu melihat orang yang menjual atau membeli sesuatu di dalam masjid, maka doakanlah “Semoga Allah tidak memberi keuntungan bagimu”. Dan apabila kamu melihat orang yang mengumumkan barang hilang, maka do`akanlah “Semoga Allah tidak mengembalikan barangmu yang hilang”. (HR. At-Turmudzi dan dishahihkan oleh Al-Albani).
Dilarang masuk ke masjid bagi orang makan bawang putih, bawang merah atau orang yang badannya berbau tidak sedap. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “Barangsiapa yang memakan bawang putih, bawang merah atau bawang daun, maka jangan sekali-kali mendekat ke masjid kami ini, karena malaikat merasa terganggu dari apa yang dengan-nya manusia terganggu”. (HR. Muslim). Dan termasuk juga rokok dan bau lain yang tidak sedap yang keluar dari badan atau pakaian.
Dilarang keluar dari masjid sesudah adzan. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “Apabila tukang adzan telah adzan, maka jangan ada seorangpun yang keluar sebelum shalat”. (HR. Al-Baihaqi dan dishahihkan oleh Al-Albani).
Tidak lewat di depan orang yang sedang shalat, dan disunnatkan bagi orang yang sholat menaroh batas di depannya. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “Kalau sekiranya orang yang lewat di depan orang yang sedang sholat itu mengetahui dosa perbuatannya, niscaya ia berdiri dari jarak empat puluh itu lebih baik baginya daripada lewat di depannya”. (Muttafaq alaih).
Tidak menjadikan masjid sebagai jalan. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “Janganlah kamu menjadikan masjid sebagai jalan, kecuali (sebagai tempat) untuk berzikir dan shalat”. (HR. Ath-Thabrani, dinilai hasan oleh Al-Albani).
Tidak menyaringkan suara di dalam masjid dan tidak mengganggu orang-orang yang sedang shalat. Termasuk perbuatan mengganggu orang shalat adalah membiarkan Handphone anda dalam keadaan aktif di saat shalat.
Hendaknya wanita tidak memakai farfum atau berhias bila akan pergi ke masjid. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “Apabila salah seorang di antara kamu (kaum wanita) ingin shalat di masjid, maka janganlah menyentuh farfum”. (HR. Muslim).
Orang yang junub, wanita haid atau nifas tidak boleh masuk masjid. Allah berfirman: “(Dan jangan pula menghampiri masjid), sedang kamu dalam keadaan junub, kecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi”. (an-Nisa: 43).
Aisyah Radhiallaahu anha meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam telah bersabda kepadanya: “Ambilkan buat saya kain alas dari masjid”. Aisyah menjawab: Sesungguhnya aku haid? Nabi bersabda: “Sesungguhnya haidmu bukan di tanganmu”. (HR. Muslim).

Tanda-tanda Lemah Iman dan Kiat untuk mengatasinya


Tanda-tanda Lemah Iman
  1. Terus menerus melakukan dosa dan tidak merasa bersalah
  2. Berhati keras dan tidak berminat untuk membaca Al-Qur’an
  3. Berlambat-lambat dalam melakukan kebaikan, seperti terlambat untuk melakukan shalat
  4. Meninggalkan sunnah
  5. Memiliki suasana hati yang goyah, seperti bosan dalam kebaikan dan sering gelisah
  6. Tidak merasakan apapun ketika mendengarkan ayat Al-Qur’an dibacakan, seperti ketika Allah mengingatkan tentang hukumanNya dan janji-janjiNya tentang kabar baik.
  7. Kesulitan dalam berdzikir dan mengingat Allah
  8. Tidak merasa risau ketika keadaan berjalan bertentangan dengan syari’ah
  9. Menginginkan jabatan dan kekayaan
  10. Kikir dan bakhil, tidak mau membagi rezeki yang dikaruniakan oleh Allah
  11. Memerintahkan orang lain untuk berbuat kebaikan, sementara dirinya sendiri tidak melakukannya.
  12. Merasa senang ketika urusan orang lain tidak berjalan semestinya
  13. Hanya memperhatikan yang halal dan yang haram, dan tidak menghindari yang makruh
  14. Mengolok-olok orang yang berbuat kebaikan kecil, seperti membersihkan masjid
  15. Tidak mau memperhatikan kondisi kaum muslimin
  16. Tidak merasa bertanggung jawab untuk melakukan sesuatu demi kemajuan Islam
  17. Tidak mampu menerima musibah yang menimpanya, seperti menangis dan meratap-ratap di kuburan
  18. Suka membantah, hanya untuk berbantah-bantahan, tanpa memiliki bukti
  19. Merasa asyik dan sangat tertarik dengan dunia, kehidupn duniawi, seperti merasa resah hanya ketika kehilangan sesuatu materi kebendaan
  20. Merasa asyik (ujub) dan terobsesi pada diri sendiri
Hal-hal berikut dapat meningkatkan keimanan kita:
  1. Tilawah Al-Qur’an dan mentadabburi maknanya, hening dan dengan suara yang lembut tidak tinggi, maka Insya Allah hati kita akan lembut. Untuk mendapatkan keuntungan yang optimal, yakinkan bahwa Allah sedang berbicara dengan kita.
  2. Menyadari keagungan Allah. Segala sesuatu berada dalam kekuasaannya. Banyak hal di sekitar kita yang kita lihat, yang menunjukkan keagunganNya kepada kita. Segala sesuatu terjadi sesuai dengan kehendakNya. Allah maha menjaga dan memperhatikan segala sesuatu, bahkan seekor semut hitam yang bersembunyi di balik batu hitam dalam kepekatan malam sekalipun.
  3. Berusaha menambah pengetahuan, setidaknya hal-hal dasar yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari, seperti cara berwudlu dengan benar. Mengetahui arti dari nama-nama dan sifat-sifat Allah, orang-orang yang bertakwa adalah mereka yang berilmu.
  4. Menghadiri majelis-majelis dzikir yang mengingat Allah. Malaikat mengelilingi majels-majelis seperti itu.
  5. Selalu menambah perbuatan baik. Sebuah perbuatan baik akan mengantarkan kepada perbuatan baik lainnya. Allah akan memudahkan jalan bagi seseorang yang bershadaqah dan juga memudahkan jalan bagi orang-orang yang berbuat kebaikan. Amal-amal kebaikan harus dilakukan secara kontinyu.
  6. Merasa takut kepada akhir hayat yang buruk. Mengingat kematian akan mengingatkan kita dari terlena terhadap kesenangan dunia.
  7. Mengingat fase-fase kehidupan akhirat, fase ketika kita diletakkan dalam kubut, fase ketika kita diadili, fase ketika kita dihadapkan pada dua kemungkinan, akan berakhir di surga, atau neraka.
  8. Berdo’a, menyadari bahwa kita membutuhkan Allah. Merasa kecil di hadapan Allah.
  9. Cinta kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala harus kita tunjukkan dalam aksi. Kita harus berharap semoga Allah berkenan menerima shalat-shalat kita, dan senantiasa merasa takut akan melakukan kesalahan. Malam hari sebelum tidur, seyogyanya kita bermuhasabah, memperhitungkan perbuatan kita sepanjang hari itu.
  10. Menyadari akibat dari berbuat dosa dan pelanggaran. Iman seseorang akan bertambah dengan melakukan kebaikan, dan menurun dengan melakukan perbuatan buruk.
  11. Semua yang terjadi adalah karena Allah menghendaki hal itu terjadi. Ketika musibah menimpa kita, itupun dari Allah.
***

Mengenalkan Allah pada Anak



Kalau anak-anak kelak tak menjadikan Tuhannya sebagai tempat meminta dan memohon pertolongan, barangkali kitalah penyebab utamanya. Kitalah yang menjadikan hati anak-anak tak dekat dengan Tuhannya. Bukan karena kita tak pernah mengenalkan -meskipun barangkali ada yang demikian-tetapi karena keliru dalam memperkenalkan Tuhan kepada anak.
Kerapkali, anak-anak lebih sering mendengar asma Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam suasana menakutkan dengan sifat-sifat Jalaliyah (Maha Besar). Sifat Jamaliyah (Maha Indah) Allah hampir-hampir tak mereka ketahui, kecuali namanya saja. Mereka mendengar asma Allah ketika orangtua hendak menghukumnya. Sedangkan saat gembira, yang mereka ketahui adalah boneka barbie. Akibatnya, mereka menyebut nama Allah hanya di saat terjadi musibah yang mengguncang atau saat kematian menghampiri orang-orang tersayang. Astaghfirullah al ‘azhiim.
Anak-anak kita sering mendengar nama Allah ketika mereka sedang melakukan kekeliruan-meski terkadang kekeliruan itu sebenarnya ada pada kita lalu kita mengeluarkan ancaman. Kita meneriakkan asma Allah, “Ayo., nggak boleh! Dosa! Allah nggak suka sama orang yang sering berbuat dosa.”
Atau, saat mereka tak sanggup menghabiskan nasi yang memang terlalu banyak untuk ukuran mereka. “Eh. nggak boleh begitu. Harus dihabiskan. Kalau nggak dihabiskan, namanya muba.? Mubazir! Mubazir itu temannya setan. Nanti Allah murka, lho.”
Nama Allah yang mereka dengar lebih banyak dalam suasana negatif; suasana yang membuat manusia justru cenderung ingin lari. Padahal kita diajarkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mendakwahkan agama ini, termasuk kepada anak kita, dengan cara, “Mudahkanlah dan jangan dipersulit, gembirakanlah dan jangan membuat mereka lari”.
Anak tidak merasa dekat dengan Tuhannya jika kesan yang ia rasakan tidak menggembirakan. Sama seperti pengguna kendaraan bermotor yang cenderung menghindari polisi, bahkan di saat membutuhkan pertolongan. Mereka ‘menjauh’ karena telanjur memiliki kesan yang tidak menyenangkan. Jika ada pemicu yang cukup, kesan negatif itu dapat menjadi benih-benih penentangan kepada agama; Allah dan Rasul-Nya. Na’udzubillahi min dzalik. (Kita berlindung kepada Allah dari hal demikian).
Rasanya, telah cukup pelajaran yang terbentang di hadapan mata. Anak-anak yang dulu paling keras mengumandangkan adzan, sekarang sudah ada yang menjadi penentang perintah Tuhan. Anak-anak yang dulu segera berlari menuju tempat wudhu begitu mendengar suara batuk bapaknya di saat maghrib, sekarang mereka berlari meninggalkan agama. Mereka mengganti keyakinannya pada agama dengan kepercayaan yang kuat pada pemikiran manusia, karena mereka tak sanggup merasakan kehadiran Tuhan dalam kehidupan. Semenjak kecil, mereka memang tak biasa menangkap dan merasakan kasih sayang Allah.
Agaknya, ada yang salah pada cara kita memperkenalkan Allah kepada anak. Setiap memulai pekerjaan, apapun bentuknya, kita ajari mereka mengucap basmalah. Allah itu Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Tetapi kedua sifat yang harus selalu disebut saat mengawali pekerjaan itu, hampir-hampir tak pernah kita kenalkan maknanya kepada mereka (atau jangan-jangan kita sendiri tak mengenalnya?). Apa yang mereka rasakan bertentangan dengan apa yang mereka ucapkan tentang Tuhannya.
Bercermin pada perintah Nabi dan urutan turunnya ayat-ayat suci yang awal, ada beberapa hal yang patut kita catat dengan cermat. Seraya memohon hidayah kepada Allah atas diri dan anak-anak kita, mari kita periksa catatan berikut ini:
Awali Bayimu dengan Laa Ilaaha IllaLlah Rasulullah pernah mengingatkan, “Awalilah bayi-bayimu dengan kalimat Laa ilaaha illaLlah.”
Kalimat suci inilah yang perlu kita kenalkan di awal kehidupan bayi-bayi kita, sehingga membekas pada otak dan menghidupkan cahaya hati. Apa yang didengar di saat-saat awal kehidupan akan berpengaruh pada perkembangan berikutnya, khususnya terhadap pesan-pesan yang disampaikan dengan cara yang mengesankan.
Suara ibu yang berbeda dari suara-suara lain, jelas pengucapannya, terasa seperti mengajarkan (teaching style) atau mengajak berbincang akrab (conversational quality), memberi pengaruh yang lebih besar bagi perkembangan bayi. Selain menguatkan pesan pada diri anak, cara ibu berbicara seperti itu juga secara nyata meningkatkan IQ balita, khususnya usia 0-2 tahun. Begitu pelajaran yang bisa saya petik dari hasil penelitian Bradley & Caldwell berjudul 174 Children: A Study of the Relationship between Home Environment and Cognitive Development during the First 5 Years.
Apabila anak sudah mulai besar dan dapat menirukan apa yang kita ucapkan, Rasulullah memberikan contoh bagaimana mengajarkan untaian kalimat yang sangat berharga untuk keimanan anak di masa mendatang. Kepada Ibnu ‘Abbas yang ketika itu masih kecil, Rasulullah berpesan: “Wahai anakku, sesungguhnya aku akan mengajarkanmu beberapa kata ini sebagai nasihat buatmu. Jagalah hak-hak Allah, niscaya Allah pasti akan menjagamu. Jagalah dirimu dari berbuat dosa terhadap Allah, niscaya Allah akan berada di hadapanmu. Apabila engkau menginginkan sesuatu, mintalah kepada Allah. Dan apabila engkau menginginkan pertolongan, mintalah pertolongan pada Allah. Ketahuilah bahwa apabila seluruh ummat manusia berkumpul untuk memberi manfaat padamu, mereka tidak akan mampu melakukannya kecuali apa yang telah dituliskan oleh Allah di dalam takdirmu itu. Juga sebaliknya, apabila mereka berkumpul untuk mencelakai dirimu, niscaya mereka tidak akan mampu mencelakaimu sedikit pun kecuali atas kehendak Allah. Pena telah diangkat dan lembaran takdir telah kering.” (Riwayat At-Tirmidzi)
Dalam riwayat lain disebutkan, “Jagalah hak-hak Allah, niscaya engkau akan mendapatkan Dia ada di hadapanmu. Kenalilah Allah ketika engkau berada dalam kelapangan, niscaya Allah pun akan mengingatmu ketika engkau berada dalam kesempitan. Ketahuilah bahwa segala sesuatu yang salah dalam dirimu tidak mesti engkau langsung mendapatkan hukuman-Nya. Dan juga apa-apa yang menimpa dirimu dalam bentuk musibah atau hukuman tidak berarti disebabkan oleh kesalahanmu. Ketahuilah bahwa pertolongan itu akan datang ketika engkau berada dalam kesabaran, dan bersama kesempitan akan ada kelapangan. Juga bersama kesulitan akan ada kemudahan.”
Tak ada penolong kecuali Allah Yang Maha Kuasa; Allah yang senantiasa membalas setiap kebaikan. Tak ada tempat meminta kecuali Allah. Tak ada tempat bergantung kecuali Allah. Dan itu semua menunjukkan kepada anak bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allah. Wallahu a’lam bishawab.
Iqra’ Bismirabbikal ladzii Khalaq Sifat Allah yang pertama kali dikenalkan oleh-Nya kepada kita adalah al-Khaliq dan al-Kariim, sebagaimana firman-Nya, “Bacalah dengan nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (Al-’Alaq: 1-5)
Setidaknya ada tiga hal yang perlu kita berikan kepada anak saat mereka mulai bisa kita ajak berbicara. Pertama, memperkenalkan Allah melalui sifat al-Khaliq (Maha Pencipta). Kita tunjukkan kepada anak-anak kita bahwa kemana pun kita menghadap, di situ kita menemukan ciptaan Allah. Kita tumbuhkan kesadaran dan kepekaan bahwa segala sesuatu yang ada di sekelilingnya adalah ciptaan Allah. Semoga dengan demikian, akan muncul kekaguman anak kepada Allah. Ia merasa kagum, sehingga tergerak untuk tunduk kepada-Nya.
Kedua, kita ajak anak untuk mengenali dirinya dan mensyukuri nikmat yang melekat pada anggota badannya. Kita ajak mereka menyadari bahwa Allah Yang Menciptakan semua itu. Pelahan-lahan kita rangsang mereka untuk menemukan amanah di balik kesempurnaan penciptaan anggota badannya. Katakan, misalnya, pada anak yang menjelang usia dua tahun, “Mana matanya? Wow, matanya dua, ya? Berbinar-binar. Alhamdulillah, Allah ciptakan mata yang bagus untuk Owi. Matanya buat apa, Nak?”
Secara bertahap, kita ajarkan kepada anak proses penciptaan manusia. Tugas mengajarkan ini, kelak ketika anak sudah memasuki bangku sekolah, dapat dijalankan oleh orangtua bersama guru di sekolah. Selain merangsang kecerdasan, tujuan paling pokok adalah menumbuhkan kesadaran-bukan hanya pengetahuan-bahwa ia ciptaan Allah dan karena itu harus menggunakan hidupnya untuk Allah.
Ketiga, memberi sentuhan kepada anak tentang sifat al-Karim. Di dalamnya berhimpun dua keagungan, yakni kemuliaan dan kepemurahan. Kita asah kepekaan anak untuk menangkap tanda-tanda kemuliaan dan sifat pemurah Allah dalam kehidupan sehari-hari, sehingga tumbuh kecintaan dan pengharapan kepada Allah. Sesungguhnya manusia cenderung mencintai mereka yang mencintai dirinya, cenderung menyukai yang berbuat baik kepada dirinya, dan memuliakan mereka yang mulia. Wallahu a’lam bishawab.
***

Pengaruh Kehidupan Rasulullah saw bagi Umat Islam

 
Sebagai pendiri agama besar dunia, Rasulullah saw memiliki pengaruh yang luar biasa dalam sejarah hidup manusia. Beliau saw telah memulai peradaban baru dan memberikan suatu pengaruh pribadi yang sangat besar pada jutaan umat Islam selama empat belas abad terakhir. Tidak ada pemimin agama lain seperti Zoroaster, Laozi, Mahavira, Musa as, Gautama, Buddha atau Nabi Isa as yang memiliki pengaruh terhadap perilaku sehari-hari se-komprehensif dan mendalam seperti yang diperlihatkan Nabi Muhammad saw dengan memberikan contoh teladan dalam bidang agama dan duniawi. Selama umat Islam mengikuti akhlak Beliau saw, maka mereka akan mendapatkan kemajuan dalam segala bidang kehidupan. Dan kapanpun, dimanapun mereka lalai mengikutinya, mereka akan mendapatkan kerugian.
Shalat lima waktu adalah salah satu contoh dari teladan Rasulullah saw, dan sampai saat ini hal tersebut telah diikuti oleh umat Islam seluruh dunia. Mereka yang tinggal di dekat Masjid, ketika mendengar panggilan azan maka mereka akan bersiap untuk menunaikan shalat subuh berjamaah. Dengan mencontohkan sendiri, Rasulullah saw menunjukkan bagaimana membersihkan beberapa bagian tubuh seseorang sebagai persiapan sebelum menunaikan shalat, yaitu dengan melakukan wudhu. Pertama dia mencuci tangan dengan air tiga kali, kemudian berkumur dan membersihkan bagian dalam hidungnya dengan air tiga kali, mencuci seluruh wajahnya, tangan hingga siku, membasuhkan air di tangan ke atas kepala, membersihkan telinga dengan ujung jarinya, membersihkan belakang leher, dan pada akhirnya membasuh kedua kaki masing-masing tiga kali. Dalam berwudhu dibaca doa: "Ya Allah, jadikanlah aku termasuk orang-orang yang bertobat dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang bersuci’ (HR. At-Tirmidzi 1/78). Cara wudhu beserta doa wudhu kini telah mapan diikuti diseluruh dunia Islam dan dipraktekkan oleh umat Islam dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Panggilan azan dimulai oleh Rasulullah saw setelah Beliau membangun masjid pertama. Beliau saw meminta para sahabat untuk merekomendasikan cara yang baik untuk memanggil umat Islam ke masjid ketika waktu shalat tiba. Atas saran salah seorang sahabat, Beliau saw menerapkannya dalam kalimat-kalimat azan dan meminta Bilal ra mengumandangkan azan dengan keras. Sejak saat itu Beliau saw sendiri datang ke masjid saat mendengar azan dan hal ini dipraktekkan oleh umat Islam di seluruh dunia. Umat Islam dibangunkan pada saat subuh dengan mendengar azan - hal pertama yang mereka dengar dalam mengawali hari baru. Tidak hanya itu Rasulullah saw juga menganjurkan kepada umat Islam untuk mengucapkan kalimah azan ke telinga bayi yang baru lahir sebagai pesan spiritual pertama yang bayi harus dengar, dan hal ini sekarang telah dipraktekkan di setiap kelahiran anak seorang Muslim.
Rasulullah saw membangun masjid pertama Islam di Madinah sebagai tempat beribadah secara berjamaah dan sebagai tempat pensucian rohani, juga sebagai tempat dimana Beliau saw bisa mengajarkan ajaran Islam dan nilai-nilai akhlak kepada para pengikut Beliau saw. Masjid ini dikenal sebagai Masjid Nabawi (Masjid nabi). Tidak ada catatan dalam sejarah bahwa Nabi Musa as, Mahavira, Gautama, Budha, Zoroaster atau Nabi Isa as telah membangun Sinagog, Kuil atau Gereja selama hidup mereka. Tidak ada candi Hindu selama periode Weda.
Mengikuti sunnah dari Rasulullah saw, tradisi membangun masjid berkembang dengan sangat cepat di seluruh dunia Islam - dari padang pasir Arabia sampai ke Afrika Utara dan Spanyol di Barat. Sampai ke India, Indonesia dan China di Timur. Kemudian di dalam kerajaan Islam yang luas, masjid-masjid megah dibangun, yang beberapa diantaranya tercatat memiliki keajaiban arsitektur. Beberapa Masjid yang bersejarah adalah: The Dome of Rock/Kubah Shakhrah dan Masjid Al-Aqsa (Palestina), Masjid Agung Damaskus (Syiria), Masjid Agung Cordoba (Spanyol), Masjid Qurawiyan di Fez (Maroko), Masjid al Azhar Kairo (Mesir), Masjid Suleimania Istambul (Turki), Masjid e-Jami dan Masjid Shah di Isfahan (Iran), Masjid Badhahi di Lahore (Pakistan), Masjid Jamia di Delhi (India) dan Masjid Agung 'Xi an (Cina). Hampir tidak ada kota, wilayah atau kota di dunia Islam yang tidak ada masjid. Dan tidak diragukan lagi masjid memiliki dampak yang signifikan pada kehidupan sehari-hari umat Islam.
Rasulullah saw sendiri secara pribadi mengikuti setiap kata dari bimbingan Al-Qur'an yang diwahyukan kepada Beliau dan Beliau saw kemudian mengajarkan bagaimana melaksanakan perintah-perintah Al-Qur'an dalam bentuk praktek. Di lain pihak tidak ada catatan khusus bagaimana dan kapan para pendiri agama lain biasa beribadah selama hidup mereka. Para sahabat Rasulullah saw secara teliti mencontoh dan mengikuti praktek Rasulullah saw dengan tulus. Beberapa dari antara mereka bahkan menuliskan apa yang mereka lihat atau dengar.
Semua bahan penting dari shalat wajib - baik bacaan maupun gerakan- diajarkan dan dicontohkan oleh Rasulullah saw. Kemana menghadap ketika shalat, bagaimana niat awal shalat, bagaimana mengatur saf di belakang imam, bagaimana ruku', i'tidal, sujud dan duduk serta mengakhiri shalat - semua aspek tersebut dicontohkan secara detail oleh Rasulullah saw dan dan hal itu dipraktekkan oleh umat Islam selama berabad-abad. Sebelum dan atau setelah shalat wajib lima waktu Rasulullah saw juga biasa melaksanakan shalat tambahan (nawafil) di masjid atau di rumah Beliau saw sendiri. Shalat-shalat tambahan itu biasa dikenal dengan shalat sunnah. Setiap orang Islam menganggap penting hal ini guna mengikuti sunnah Rasulullah saw. Selain itu Rasulullah saw sangat menekankan untuk mengerjakan shalat Jumat. Waktu pelaksanaan shalat jumat, khutbah dan detail-detail lain seputar shalat Jumat telah diajarkan oleh Beliau saw dan hal itu telah diterapkan oleh umat Islam sampai sekarang.
Selain mencontohkan sendiri dan mengajarkan shalat sehari-hari dan shalat Jumat, Rasulullah saw juga mencontohkan perintah-perintah lain - seperti puasa di bulan Ramadhan, membayar zakat kepada orang miskin dan yang membutuhkan dan menunaikan ibadah haji ke Baitullah di Mekkah. Beliau saw telah menjelaskan semua segi tanggung jawab agama secara praktek untuk menunjukkan bagaimana cara melaksanakannya. Tidakan yang tepat dan ajaran-ajaran yang jelas tentang rukun Islam telah menjadi bahan pedoman bagi tiap umat Islam untuk membentuk kehidupan mereka yang baik sehari hari. Kemurahan hati Beliau saw dalam membantu mereka membutuhkan, meningkatkan ibadah kepada Allah selama bulan puasa, ibadah haji, merayakan hari raya Idul Fitri dan memberikan hewan kurban selama Idul Adha - semua terdokumentasikan dengan baik. Sunnah Beliau saw telah sangat mempengaruhi kehidupan umat Islam. Tanpa keraguan bahwa tidak ada komunitas agama lain yang memiliki panutan dalam pribadi pendiri agama mereka yang bisa diikuti dalam praktek keagamaan mereka saat ini.
Kesucian tubuh, pakaian, lingkungan dan tempat ibadah selalu ditekankan dalam Islam oleh Rasulullah saw sebagai kebutuhan bagi kesucian jiwa.Rasulullah saw biasa mengatakan bahwa agama dibangun diatas kebersihan. Dan kesucian adalah kunci ibadah. Al-Qur'an menyatakan: 
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri. (2:222). 
Sehingga hal ini menjadi praktek universal Islam untuk memakai pakaian yang bersih sementara mereka beribadah sehari-hari. Mandi adalah rutinitas Nabi dan Beliau saw mewajibkan dalam keadaan tertentu seperti setelah hubungan suami istri, Beliau saw juga menganjurkan umat Islam untuk mandi sebelum pergi di hari besar seperti hari Jumat dan Idul Fitri. Dan dalam mengikuti kebiasaan Rasulullah saw banyak umat Islam menggunakan minyak wangi, dan menghindari makanan yang berbau kuat sebelum menghadiri acara-acara tertentu.
Para sahabat juga mencontoh etika sosial Rasulullah saw. Sebagai contoh, sebagian besar umat Islam mencoba mengikuti sopan santun di meja makan. Beliau saw biasa mencuci tangan sebelum makan, makan dengan tangan kanan dan makan hidangan yang ada di hadapannya. Beliau saw mengajarkan: “Wahai anakku, sebutlah nama Allah, makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah makanan yang berada di dekatmu.” (HR Bukhari no. 5376 dan Muslim 2022). Beliau saw mengikuti perintah Al-Qur'an (2:168) untuk makan makanan yang halal dan thayyib (yang baik). Beliau saw sendiri tidak pernah menyentuh setiap yang haram. "Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah". (2:173). Untuk tidak memberatkan para pengikut beliau, beliau saw menetapkan prinsip bahwa segala sesuatu adalah halal kecuali yang jelas dilarang oleh hukum. Tidak hanya itu Al-Qur'an menyatakan: .."Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. (2:173). Rasulullah saw juga mencontohkan makanan yang tidak berlebihan dalam mentaati perintah Al-Qur'an "makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (7:32). Rasulullah saw biasa mengambil makanan sebanyak yang ia bisa makan dengan nyaman dan tidak meninggalkan sisa makanan di piring setelah selesai makan. Beliau saw minum dengan perlahan dengan tiga jeda. Beliau saw tidak pernah mencela makanan yang ditawarkan kepadanya. Setelah makan Rasulullah saw selalu mencuci tangan dan mengucapkan syukur kepada Allah. Selain itu Beliau saw menekankan bahwa tidak saja makanan yang dimakan itu harus halal tetapi - uang yang dipakai untuk membeli makananpun juga harus halal.
Setiap kali dua orang Muslim bertemu mereka saling mengucapkan salam. Salam yang Rasulullah saw biasa ucapkan ketika bertemu yaitu dengan mengucapkan Assalamalaikum' yang berarti "Damai sejahtera bagi kamu." Jawaban terhadap ucapan itu juga diajarkan oleh Rasulullah saw yaitu 'waalaikum salam' yang berarti: "kesejahteraan juga bagi engkau'. Jika bertemu dengan seseorang Beliau saw biasa menjabat tangan. Kebiasaan  ini secara universal diterapkan dalam kehidupan sehari-hari umat Islam di seluruh dunia. Selain itu Rasulullah saw selalu mengingat Allah di saat penting sehari-harinya. Beliau saw menggunakan kalimat Al-Qur'an yang singkat untuk mengungkapkan niat atau perasaannya, suka cita atau kesedihan. Sebelum memulai sesuatu yang penting Beliau saw biasa membaca bismillah. Saat tercapai tujuan atau mengekspresikan cinta dan suka cita beliau saw selalu memuji Allah dengan mengucapkan Alhamdulillah. Untuk mengekspresikan kebahagiaan dan apresisi melihat sesuatu yang indah dan yang patut dipuji atau menerima kabar baik Beliau saw selalu mengatakan masyaallah atau subhanallah. Dalam Al-Qur'an dinyatakan bahwa pada saat pengambilan keputusan orang tidak boleh melupakan Tuhan dan jangan egois dengan hanya tergantung pada keputusan sendiri. Al-Qur'an mengajarkan: Dan jangan engkau sekali-kali berkata tentang sesuatu, “Aku pasti akan mengerjakannya esok hari Kecuali bila Allah swt. menghendaki.” (18:23-24). Rasulullah saw selalu menerapkan hal ini dengan mengatakan insyallah ketika berbicara tentang segala harapan masa depan atau rencana, dan setiap muslim yang baik melakukan hal yang sama. Ini telah menjadi bagian ucapan sehari hari mereka. Demikian pula pada saat-saat mendapatkan kerugian atau kesedihan Rasulullah saw biasa mengatakan: "Sesungguhnya kami kepunyaan Allah swt. dan sesungguhnya kepada-Nya kami akan kembali (2:156). Kalimat Al-Qur'an ini selalu diucapkan oleh semua umat Islam ketika mendengar berita sedih khususnya pada saat mendengar berita kematian seseorang.
Diantara etika sosial terdapat begitu banyak yang dipengaruhi oleh kebiasaan Rasulullah saw terhadap perilaku sehari-hari umat Islam yang agaknya mustahil untuk menuliskannya dalam sebuah artikel pendek. Kerukunan Beliau saw di masyarakat, keramahtamahan, penghormatan terhadap tamu dan orang yang lebih tua, mencintai yang lebih muda, membantu orang lain, peduli terhadap tetangga, mengunjungi orang sakit dan bersimpati pada orang yang mengalami musibah - adalah beberapa contoh dari akhlak Beliau saw. Beliau saw dianiaya, berbagai upaya dilakukan selama hidupnya dan peperangan ditimpakan pada Beliau saw dan para sahabat. Tanggapan Beliau saw selalu dengan kesabaran, keteguhan, keberanian, kegigihan dan pengampunan. Beliau saw juga memperlihatkan contoh teladan sebagai seorang pemimpin, legislator, hakim, sebagai seorang panglima dan kepala negara yang sukses. 
Tetapi diatas semua hal itu Beliau saw telah menunjukkan bagaimana mengajak umat manusia untuk tunduk kepada kehendak Allah taala dan bagaimana mengajak mereka menuju perdamaian dan keselamatan.
Al-Qur'an merangkum akhlak Beliau saw dalam kata-kata berikut: 
"Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagiNya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)." (6:162-163)

TOLERANSI DALAM ISLAM dan KEBEBASAN BERAGAMA



Toleransi Islam
Toleransi dalam Islam dan kebebasan beragama adalah topik yang penting ketika dihadapkan pada situasi saat ini ketika Islam dihadapkan pada banyaknya kritikan bahwa Islam adalah agama intoleran, diskriminatif dan ekstrem. Islam dituduh tidak memberikan ruang kebebasan beragama, kebebasan berpendapat, sebaliknya Islam sarat dengan kekerasan atas nama agama sehingga jauh dari perdamaian, kasih sayang dan persatuan.
Memang tidak dapat dipungkiri kesimpulan keliru oleh para pengkritik Islam tersebut terbentuk dari fakta-fakta sebagian kecil umat Islam yang melakukan tindakan yang mengatasnamakan jihad Islam yang tidak tepat. Tetapi meski demikian kita akui juga bahwa kekuasaan yang sewenang-wenang yang diterapkan oleh negara-negara adidaya terhadap negara-negara miskin dan negara berkembang serta standar ganda yang mereka terapkan ketika terjadi kesepakatan antara mereka dengan negara-negara berkembang yang juga termasuk negara-negara Islam- adalah penyebab alami reaksi kekerasan yang timbul. Tentu saja ini bukanlah cara-cara Islam dan benar-benar bertentangan dengan ajaran Islam. 
Islam adalah agama yang mengajarkan untuk menghormati para utusan Allah, meyakini bahwa mereka adalah para utusan Allah yang benar yang bertugas menyampaikan ajaran-ajaran yang benar sesuai dengan situasi pada masing-masing zaman. Dari hal ini bagaimana mungkin bisa dikatakan bahwa agama seperti ini tidak mengajarkan toleransi terhadap agama lain? Bagaimana bisa dikatakan agama Islam tidak mengajarkan persatuan dan kerukunan dengan agama lain? Bagaimana bisa agama Islam mengajarkan kebiasaan intoleransi agama dan menganjurkan hidup dengan orang lain tanpa cinta dan kasih sayang? Tidak mungkin. Menyatakan bahwa dalam agama Islam tidak ada nilai-nilai kesabaran dan kebebasan berpendapat atau berbicara adalah suatu tuduhan yang tidak berdasar.
Kata makna Islam sendiri mengandung makna antidote dari kekejaman, disharmonisasi dan intoleransi. Salah satu artinya adalah damai, penyerahan diri dan ketataatan, dan juga berarti menciptakan kerukunan dan perdamaian. Salah satu makna lainnya adalah menghindari orang yang menyakiti, arti lainnya adalah hidup bersama secara harmonis. Tujuan dari penjelasan tentang kata Islam yang diberikan oleh Allah taala pada agama Islam ini adalah karena seluruh ajaran-ajaran dan hukum-hukum yang dibawa oleh Rasulullah saw penuh dengan cinta, Toleransi, kesabaran, dan kebebasan hati nurani dan berbicara dan hak untuk mengungkapkan pendapat.
Selanjutnya lihatlah bagaimana Rasulullah saw mengajarkan kepada kita semua tentang semangat toleransi, kebebasan beragama dan berkeyakinan
Ketika Rasulullah (saw) mengklaim bahwa beliau adalah utusan Allah dan atas bimbingan Allah taala menyatakan bahwa beliau adalah seorang nabi dengan membawa syariat terakhir dan satu-satunya sarana keselamatan adalah dengan menerima Islam dan menyesuaikan diri dengan perintah-perintah Allah yang Mahakuasa - pengumuman ini kemudian dibuat oleh Allah yang Mahakuasa:
Dan katakanlah, “Inilah kebenaran dari Tuhan-mu; maka barangsiapa menghendaki, maka berimanlah, dan barangsiapa menghendaki, maka ingkarlah.” ( Q.S 18: 30 ) Selanjutnya, adalah urusan Allah taala sendiri untuk memberi balasan pada orang yang tidak beriman, di dunia maupun diakhirat. Oleh karena itu, wahai Nabi dan wahai orang-orang yang beriman pada nabi ini, tugas kalian hanyalah menyampaikan pesan tersebut.  Untuk kepentingan menciptakan lingkungan yang penuh cinta dan kasih sayang serta toleransi, kalian harus menyebarkan pesan ini dengan penuh kebaikan. Karena Anda yakin bahwa dengan ajaran Tuhan yang diberikan kepadamu, agama kalian adalah benar dan berdasarkan pada kebenaran, Ini adalah persyarakat bagi terciptanya kebaikan bagi orang lain, bahwa apa yang kalian anggap benar untuk diri kalian, kalian harus menyebarkannya juga pada seluruh umat manusia dan juga melibatkan mereka dalam perintah ini.
Mungkin bisa saja orang lain akan mengajukan keberatanan seperti ini bahwa pilihan untuk beriman atau tidak beriman yang diberikan kepada orang-orang Mekah itu diberikan pada saat posisi umat Islam masih sangat lemah. Maka kalimat itulah yang dipergunakan sehingga orang-orang kafir Mekkah tidak membinasakan umat Islam secara kejam.
Keberatan ini adalah argumen yang lemah. Walaupun adanya perintah ini, Kaum kafir Makkah tidak berhenti dalam hal kekejaman mereka terhadap umat Islam. Mereka menganiaya orang Islam disebabkan karena keimanan umat Islam. Beberapa diletakkan diatas batu yang membara, beberapa lainnya disuruh berbaring diatas pasir yang panas dibawah terik matahari siang. Beberapa mereka diikat kakinya pada dua unta dan unta tersebut ditunggangi ke arah yang berlawanan yang menyebabkan kaki orang Islam terpotong menjadi dua bagian. Bahkan wanita-wanita yang dipukuli tidak terhindar dari penyiksaan ini. Jadi jika ayat sebelumnya yang saya kutip dimaksudkan untuk menyelamatkan umat Islam dari kekejaman, maka sejarah membuktikan bahwa hal itu tidak mengarah pada tujuan itu. Perintah ini tidak terbatas pada saat itu saja tapi hal itu juga berlaku dalam Quran Suci untuk saat ini.
    Tidak tahan dengan kekejaman yang ditimbulkan oleh orang-orang sebangsa sendiri, kaum Muslim hijrah ke Madinah. Setelah kedatangan mereka perjanjian dibuat dengan orang-orang Yahudi Madinah yang bukan Islam pada saat itu, yang menunjukkan bagaimana masyarakat bisa hidup bersama dan tetap bebas, dan menunjukkan bagaimana hak-hak satu sama lain diperhatikan.
Namun sebelum itu ajaran Alquran suci menyatakan:
'Tidak boleh ada paksaan dalam agama.” ( Q.S 2: 257 )
Perintah ini diturunkan di Madinah. Pada saat itu mayoritas penduduk Madinah telah menjadi Muslim, sebagian lagi adalah orang-orang yang tidak tertarik pada agama dan mereka bergabung dengan kaum Muslim seperti burung-burung pada kawanan yang sama. Bila dilihat dari sudut pandang ini, penduduk Muslim mewakili mayoritas. Di sisi lain orang-orang Yahudi yang berkuasa sebelum kedatangan Rasulullah ke madinah sekarang mereka telah berkurang dan menjadi minoritas. Sebagai konsekuensinya, dengan menjadi Kepala Negara, pemerintahan Rasulullah (saw) telah terbentuk dengan kuat. Meskipun demikian perintah tersebut menyatakan bahwa "Kalian tidak akan menggunakan paksaan dalam agama, juga tidak akan menggunakan kekuatan terhadap orang-orang lemah walaupun mereka bukan Islam yang telah bergabung dengan kalian sebagai kawan dan saudaramu, atau tidak akan menggunakan kekuatan terhadap orang Yahudi yang hidup di bawah wilayah kalian. ’
Anda sekalian dapat melihat dari Perjanjian yang disusun, bagaimana suasana cinta dan kasih sayang, kebebasan beragama dan toleransi tercipta. Perjanjian itu berbunyi sebagai berikut:
  •  Umat Islam dan Yahudi akan hidup bersama satu sama lain dalam kebaikan dan ketulusan dan tidak akan melakukan perbuatan yang berlebihan atau kekejaman apapun terhadap satu sama lain.
  • Orang-orang Yahudi akan terus menjaga iman mereka sendiri dan umat Islam dengan imannya;
  • Kehidupan dan hak milik semua warga negara harus dihormati dan dilindungi keamanannya dalam kasus kejahatan yang dilakukan oleh seseorang
  • Semua perselisihan akan mengacu keputusan Nabi Allah karena dia memiliki otoritas yang menentukan, tetapi semua keputusan yang menyangkut pribadi akan didasarkan pada aturan masing-masing.
Dan, tentu saja, ada poin-poin lainnya dalam perjanjian ini selain keempat poin yang dikutip tersebut. Sekarang coba lihat upaya apa yang telah digunakan untuk membangun keadaan masyarakat yang penuh kebebasan dan kasih sayang. Pada waktu itu tidak ada hukum nasional. Setiap orang hidup sesuai dengan tradisi dan hukum klan atau suku. Nabi Muhammad (saw)  tidak mengatakan bahwa Anda adalah minoritas, tetapi memang benar bahwa, Anda harus mematuhi undang-undang mayoritas Islam. Sebaliknya, kondisi dari Perjanjian itu adalah bahwa urusan Anda akan ditentukan berdasarkan undang-undang Anda sendiri. Ini adalah Piagam pertama kebebasan hati nurani dan berkeyakinan dalam Islam.
Standar Toleransi Islam
Contoh lain yang sangat baik tentang toleransi, AlQuran Suci menjelaskan bahwa bagaimanapun keadaannya, Anda tidak boleh meninggalkan toleransi. Terlepas dari kekejaman yang ditimbulkan pada kalian, kalian jangan bertindak selain dengan keadilan dan tidak membalas dendam dengan cara yang sama kejamnya. Jika kalian melakukannya, maka kalian adalah sesat, kata lain untuk sebutan keislaman kalian menjadi tidak berarti. AlQuran Suci menyatakan:
”...janganlah kebencian sesuatu kaum mendorong kamu bertindak tidak adil. Berlakulah adil; itu lebih dekat kepada takwa.” (Q.S 5: 9)
Ini adalah standar toleransi dan keadilan dalam Islam. Islam menganjurkan untuk tidak menanggapi tuduhan rendah dan hina dari lawan,  karena dengan melakukan itu maka akan membuat kita sendiri menjadi kejam. Sebaliknya memaafkan adalah tindakan yang lebih baik dan kalaupun diharuskan untuk membalas maka kita balas dengan catatan tidak melebihi luka yang telah ditimbulkan kepada kita.
Sebuah contoh luar biasa tentang toleransi dan pengampunan adalah seperti yang diperlihatkan oleh Rasulullah saw yang yang mengampuni semua penganiaya pada saat Fattah Mekkah. Sejarah telah mencatat peristiwa ini. Ikramah adalah musuh terbesar Islam. Meskipun amnesti umum telah diproklamasikan oleh Rasulullah saw pada hari kemenangan tersebut, Ikramah memilih melawan kaum muslimin, ia akhirnya kalah dan kemudian melarikan diri. Ketika istri Ikramah memohon pengampunan, Rasulullah saw pun mengampuni. Segera setelah pengampunan, ketika Ikramah muncul ke hadapan Rasulullah saw, Ikrimah berkata kepada Rasulullah saw dengan sombongnya bahwa 'Jika Engkau berpikir bahwa karena pengampunan Engkau saya juga akan menjadi seorang Muslim, maka biarkan hal ini jelas bahwa saya tidak menjadi Muslim. Jika Anda dapat memaafkan saya sementara saya tetap teguh pada keimanan saya, maka itu baik, tetapi jika sebaliknya saya akan pergi. Rasulullah (saw) bersabda: Tidak diragukan lagi Engkau bisa tetap teguh dengan keimanan Engkau. Engkau bebas dalam segala hal. Tambahan pula, ribuan orang-orang Mekkah pada waktu itu juga belum menerima Islam dan meskipun kalah mereka tetap mendapatkan hak kebebasan mereka dalam beragama. Jadi ini adalah ajaran AlQuran Suci dan contoh yang diberikan oleh Rasulullah saw mengenai hal ini.
Kemudian beberapa contoh lain dari kebebasan berbicara dan toleransi. Suatu ketika Rasulullah saw membeli unta dari seorang Badui yang ditukar dengan sekitar 90 kilo kurma kering. Ketika Rasulullah saw sampai dirumah, ia menemukan bahwa semua kurma telah hilang. Dengan penuh kejujuran dan kesederhanaan, beliau mendatangi orang Badui tersebut dan berterus terang padanya, Wahai hamba Allah! Saya telah membeli unta dengan ditukar dengan kurma kering dan saya merasa bahwa saya memiliki banyak kurma tetapi ketika saya sampai dirumah, saya menemukan bahwa saya tidak memiliki kurma yang banyak. Orang Badui itu berkata: Dasar penipu! Orang-orang mulai memberitahu Badui untuk berhenti berbicara seperti itu terhadap Rasulullah saw, tetapi Rasulullah saw bersabda: Biarkan dia. (Masnad Ahmad bin Hanbal Vol.6 p.268 diterbitkan di Beirut)
Sekarang lihatlah, bagaimana cara seorang penguasa waktu tu berurusan dengan orang biasa. Ini adalah standar jaminan kebebasan berbicara dan standar kesabarannya.
Kemudian contoh toleransi dan kebebasan beragama mengacu pada orang-orang dari agama lain. Suatu ketika delegasi Kristen dari Najaran datang kepada Nabi Suci (saw). Dalam pertemuan dengan Rasulullah saw di Masjid Nabi di Madinah itu, waktu bagi peribadatan Kristen telah tiba dan mereka ingin segera berangkat. Rasulullah saw menawarkan kepada mereka untuk beribadah di masjid. Kemudian Setelah itu  terbentuklah persetujuan dengan orang-orang Kristen Najran yang menjamin kebebasan mereka dalam beragama dan menetapkan kewajiban bagi umat Islam untuk melindungi gereja-gereja mereka. Tidak ada gereja yang harus dihancurkan dan juga tidak akan ada satupun imam yang akan diusir atau dikeluarkan. Hak-hak mereka juga tidak akan dikurangi dan takkan ada satupun orang Kristen yang diminta untuk mengubah imannya. Pernyataan ini menyatakan bahwa Nabi (saw) memberikan jaminan pribadinya. Perjanjian ini selanjutnya menyatakan bahwa jika umat Islam ingin membantu membiayai perbaikan gereja-gereja Kristen, itu akan menjadi tindakan kebajikan bagi mereka.
Berkenaan dengan keadilan, kebenaran dan kebebasan beragama, pendiri Jemaat Ahmadiyah, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad(as) menyatakan bahwa terbukti bahwa setelah perselisihan antara seorang Muslim dengan seorang Yahudi di bawa ke hadapan Rasulullah saw. Rasulullah saw)  memutuskan bahwa orang Yahudi yang benar dan  menolak pernyataan seorang muslim. Kemudian mengutip sebuah ayat Alquran, beliau menyatakan bahwa ayat ini berarti 'Wahai nabi, Ajaklah orang-orang ahli kitab dan orang-orang yang tidak tahu ke dalam Islam. jika mereka masuk Islam, mereka akan mendapatkan bimbingan tetapi jika mereka berpaling maka pekerjaan mu hanyalah menyampaikan pesan dari Allah taala. di dalam ayat ini tidak tertulis bahwa tugas kalian adalah berperang melawan mereka.
Jelas dari ayat ini bahwa perang hanya diizinkan terhadap musuh yang membunuh orang Islam atau mengganggu terciptanya perdamaian dan sibuk dalam pencurian dan perampokan. Dan perang ini adalah dilakukan dari kapasitas beliau sebagai seorang panglima dan bukan karena kenabiannya. Allah berfirman 'berperanglah di jalan Allah terhadap mereka yang memerangimu', hal itu menyatakan bahwa 'tidak ada kepentingan pada hal lainnya dan tidak melampaui batas' karena Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.
Jadi ini adalah ajaran yang indah dari Islam dan contoh yang sempurna dari Nabi Muhammad saw, contoh-contoh yang telah saya gambarkan sebelumnya. Adalah cemoohan yang besar dengan menuduh bahwa tidak ada konsep toleransi kebebasan beragama berkeyakinan dalam Islam. Kita tidak boleh menafsirkan kepentingan beberapa kepentingan dari beberapa individu Islam dan juga tidak tidak bisa ditafsirkan seperti itu.
Dalam kasus apapun, hal ini akan menjadi sangat jelas bahwa sementara ada kebebasan berbicara dan toleransi dalam Islam, ada juga rasa hormat bagi umat manusia dan kesabaran

Hukuman Bagi yang Murtad Dalam Islam

Salah satu yang menjadi perhatian orang terhadap Islam adalah bagaimana Islam menanggapi pemeluknya yang murtad (keluar dari Islam). Ada pemikiran keliru yang berkembang dan dihubungkan dengan Alquran, termasuk oleh sebagian orang Islam sendiri - yang mempunyai pemikiran bahwa Alquran mengatakan bahwa hukuman bagi yang murtad adalah orang semacam itu harus dipenggal. Hal mana ini juga yang dijadikan alasan bagi mereka, dari kalangan non muslim khususnya , mengatakan bahwa Islam adalah agama Teror. Kenyataannya sebenarnya justru kebalikan dari itu. Alquran dimanapun tidak pernah menyebutkan bahwa hukuman murtad adalah membunuh orang yang bersangkutan. Alquran menyatakan:

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, kemudian ingkar, kemudian beriman lagi, kemudian ingkar lagi, kemudian kian bertambah dalam kekufuran, sekali-kali Allah swt. tidak akan mengampuni mereka dan tidak pula akan menunjukkan jalan lurus  kepada mereka. (Q.S. 4:137)
Orang bisa membayangkan bahwa jika hukuman murtad adalah dengan pembunuhan, maka apakah memungkinkan bagi seseorang yang murtad, kembali ke pangkuan Islam untuk kedua kalinya? Jika hukumannya adalah kematian  – seperti yang mereka katakan – maka tidak ada kemungkinan bagi seseorang kembali kepada Islam. Namun Alquran jelas menyatakan bahwa adalah sangat mungkin bahwa seorang Muslim yang meninggalkan agamanya untuk beberapa alasan bisa kembali pada keyakinannya jika ia menginginkannya. Pilihan dan opsi selalu ada disini. Tidak ada hukuman disebabkan kemurtadan maupun unsur paksaan untuk memaksa seseorang dengan cara apapun untuk menerima Islam dan kemudian tetap menjadi Islam sampai akhir hayat.

Menurut Islam, agama adalah perihal pilihan. Jika seseorang senang dengan kebenaran islam dan mereka puas, tentu saja mereka sangat dipersilahkan dan bergabung dengan Islam. Tetapi jika mereka memutuskan untuk tidak melakukannya, maka tidak ada paksaan dan bahkan jika setelah masuk Islam kemudian mereka ingin pergi, maka merekapun bisa pergi. Allah taala akan melihat hal ini dalam kehidupan yang akan datang tetapi tak seorangpun memiliki kewenangan untuk mengeluarkan hukuman bagi yang murtad

Peran Takwa Dalam Membentuk Perdamaian

peran takwa dalam perdamaian Salah satu ajaran di Al-Quran yang paling ditekankan dibanding dengan ajaran-ajaran lainnya adalah tentang takwa dan menjaga diri sendiri. Adapun sebabnya adalah karena takwa dapat menciptakan daya kekuatan bagi manusia untuk menghindarkan diri dari setiap keburukan, dan takwa memberi kekuatan kepada manusia untuk maju kedepan dalam amal kebaikan. Jadi takwa sejati adalah jaminan bagi manusia untuk mendapatkan keselamatan. Dan untuk terlindung dari setiap macam fitnah atau cobaan, takwa adalah sarana kekuatan yang paling ampuh. 
Seorang yang bertakwa akan terlindung dari banyak sekali bahaya pertengkaran dan permusuhan; dibandingkan dengan mereka yang tidak bertakwa yang banyak terlibat di dalam pertengkaran dan perselisihan, sehingga kadang-kadang sampai membawa kepada kerusakan dimana-mana. Dan disebabkan berbagai prasangka buruk dan sifat terburu-nafsu dapat menimbulkan perpecahan dikalangan bangsa, sehingga memberi kesempatan terhadap para penentang untuk melakukan serangan. Jadi dalam konteks sosial takwa memegang peranan penting dalam pembentukan kedamaian dan keharmonisan di masyarakat dengan menjadi benteng dari berbagai keburukan sosial, tidak itu saja mereka yang bertakwa akan senantiasa melakukan berbagai kebajikan yang produktif bagi masyarakat umum.  
Dalam konteks agama takwa merupakan dasar pokok Agama Islam. Jika kita lihat dari tarikh Islam, ketika umat Islam awwalin memegang teguh takwa maka mereka mampu menyebarkan keselamatan dari Allah taala ke seluruh dunia. Dan orang-orang yang berjiwa suci pun terus menerus menyertai mereka sehingga Islam terus berkembang ke negara-negara Asia, sampai negara-negara Timur Jauh. Selanjutnya Islam mendapat kemajuan sampai ke benua Afrika dan benderanya terus berkibar sampai ke negara-negara Eropa.
Akan tetapi tatkala takwa semakin berkurang, keamanan dan kedamaian diganti dengan sikap mementingkan diri sendiri, kecintaan dan kasih sayang berganti dengan kekacauan dan kebencian, maka umat Islam menjadi kosong dan hampa dari berkat-berkat ketakwaan  yang Allah taala tanamkan didalam hati orang-orang Islam.
Allah taala – melalui perantaraan Rasulullah saw – telah menurunkan ajaran yang terakhir kepada Yang Mulia Rasulullah saw untuk mengikis habis kekacauan dan kerusuhan. Sekarang juga ajaran inilah yang ditampilkan untuk merubah kegelapan menjadi cahaya terang-benderang. Sekarang juga ajaran inilah yang diamalkan untuk menyebar luaskan keselamatan dan mencegah keburukan dan kerusuhan. Meskipun orang-orang Islam zaman sekarang banyak yang telah terhindar dan hampa dari berkat-berkat ini, yang disebabkan oleh takwa yang lepas dari dalam hati mereka, dan tindakan mementingkan diri sendiri serta kebencian, setiap hari kian terus meningkat. Akan tetapi Allah taala telah berjanji kepada Nabi Muhammad saw pembawa syari’at terakhir, untuk memenangkan Agama Islam diatas agama-agama lain diseluruh dunia. Dan bagaimanapun Allah taala tidak akan menarik kembali janji-Nya ini. Jika terjadi kelemahan didalam usaha itu, maka penyebabnya hanyalah  karena kosongnya takwa di dalam kalbu orang Islam. Di dalam Islam tidak terdapat sesuatu kekurangan apapun.
Maka dengan ketakwaan yang teguh dari umat Islam-lah  yang akan mampu mengembalikan warisan iman yang sudah menghilang dari dalam kalbu umat Islam itu. Maka kewajiban setiap muslim untuk menyebar luaskan amanat keselamatan ke setiap penjuru dunia. Dan pengertian ini harus disematkan ke dalam hati setiap orang bahwa Islam bukanlah agama terorisme, atau agama kekerasan, melainkan agama yang mengembangkan kecintaan dan kasih-sayang. Islam menegakkan ajaran kedamaian dan keselamatan disetiap lapisan masyarakat. Di tingkat negara dan bangsa-bangsa di dunia, Islam menegakkan ajaran kedamaian dan keselamatan yang begitu indah sehingga tidak ada yang mampu membandingkan dengan ajaran agama lain dan memang tidak akan dapat dibandingkan dengan agama apapun di dunia. Dan tidak pula agama lain mampu menegakkan ajaran seperti itu. Dengan mengamalkan ajaran yang indah seperti inilah kedamaian dan keamanan dunia dapat ditegakkan.
Sejak perang dunia ke II, untuk menegakkan kedamaian dan keamanan dunia telah dibentuk sebuah perkumpulan dengan nama United Nations Organization (UNO) atau Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) namun kita lihat bagaimana hasilnya. Didalam perserikatan itu para pakar yang cerdas-cerdas bekerja sama membuat berbagai macam program dan rencana-rencana yang besar, mendirikan berbagai macam komite, mendirikan konsul keamanan, supaya melalui konsul ini keamanan dunia dapat ditegakkan dan persengketaan antara negara dapat diselesaikan, mengadakan survey tentang ekonomi karena hal ini dapat menjadi sebab timbulnya kerusuhan juga, dan untuk itupun telah didirikan sebuah konsul tersendiri. Dan juga telah didirikan juga sebuah pengadilan Internasional,  dan lain sebagainya.
Akan tetapi walaupun telah dibentuk berbagai macam komite, kita menyaksikan apa yang tengah terjadi didalam dunia sekarang ini, mereka menghadapi kegagalan. Semua kegagalan itu disebabkan tidak adanya taqwa didalam hati mereka. Beberapa Bangsa menjadi sombong dan takabbur disebabkan mempunyai kekayaan, kekuatan ekonomi, kekuatan politik, kekuatan ilmu pengetahuan lebih dari bangsa-bangsa lain, atau menganggap diri mereka menjadi negara yang paling aman di dunia sehingga merasa lebih unggul daripada negara lain. Mereka membagi kedudukan wakil tetap dan kedudukan wakil non tetap atau sementara, sehingga tidak mungkin akan terjadi keadilan diantara mereka tanpa ada pandangan mata rohani, tanpa pertolongan Allah taala dan tanpa adanya ketakwaan. Karena keputusan mayoritas  mempunyai kekuasaan, maka jika kepada kelompok yang kuat ini diberi kekuasaan untuk membuat keputusan, keputusan itu tidak dapat menjadi penyebar keselamatan.
Semoga kita senantiasa menjadi orang-orang yang berpegang teguh dalam takwa.

Fadha’il Al-Quran


Fadha’il artinya kelebihan atau keutamaan. Ketertarikan kita terhadap sesuatu (atau tidak) bergantung pada ilmu kita tentang kelebihan atau kegunaan sesuatu itu. Agar manusia tertarik kepada Alquran, Rasulullah Saw pun memberi banyak fadha’il al Qur’an. Meski demikian, ketertarikan manusia kepada Alquran pun sangat bergantung pada iman dan keyakinannya kepada janji Allah Swt dan Rasul-Nya. Misalnya, Umar bin Khatthab Ra sangat tertarik kepada Alquran setelah membaca firman Allah Swt
Artinya : “Thaha, Tidaklah Kami turunkan Alquran ini agar kamu sengsara.” (QS Thaha: 1-2)
Sebaliknya, Walid bin Mughirah – walaupun sangat tertarik kepada Alquran dengan memuji setinggi-tingginya pada akhirnya ia tidak beriman kepada Alquran dan berusaha mencari alasan untuk menjauhkan diri dengan mengatakan “Itu adalah sihir yang diajarkan kepada Muhammad “. Oleh karena itu, keimanan yang telah Allah Swt karuniakan kepada kita hendaknya kita tingkatkan sehingga menumbuhkan ketertarikannya kepada Alquran melalui penjelasan Rasul-Nya. Fadha’il al-Qur’an yang diberikan kepada manusia dibagi menjadi dua, fadha’il di dunia dan fadha’il di akhirat.
Fadha’il Al Qur’an di Dunia
1. Allah Swt mengangkat derajat Ahl al Qur’an (manusia yang senantiasa berinteraksi dengan Alquran) menjadi keluarga Allah Swt. Rasulullah Saw bersabda,
“Sesungguhnya di antara manusia terdapat keluarga Allah Swt.” Ditanyakan, ” Siapakah mereka, ya Rasulullah ? ” Rasul Saw menjawab, ” Mereka adalah ahl al-Qur’an. Mereka keluarga Allah dan orang-orang pilihan-Nya.” (HR Imam Ahmad)
Kata ahlu (keluarga) menunjukkan hubungan yang dekat antara Allah Swt dan hamba-Nya. Kedekatan itu melambangkan kecintaan dan cinta akan dapat meringankan manusia dalam melaksanakan seluruh perintah Allah Swt. Sekalipun berat, perintah yang susah pun akan menjadi mudah.
2. Alquran adalah kenikmatan yang harus didamba-dambakan.
” Tidak boleh iri kecuali dalam dua kenikmatan : Seseorang yang diberi Allah Alquran, lalu ia membacanya sepanjang malam dan siang. Seseorang yang diberi Allah harta, lalu ia belanjakan di jalan Allah sepanjang malam dan siang.”
Penetapan Alquran sebagai nikmat yang harus didamba-dambakan adalah suatu isyarat agar orang beriman dapat membedakan nikmat yang hakiki dan semu. Kemampuan merasakan Alquran sebagai nikmat yang hakiki merupakan indikasi iman yang sehat dan keyakinan terhadap hari akhirat serta janji Allah Swt yang ada di dalamnya. Sebaliknya, ketidakmampuan manusia merasakan nikmat Alquran merupakan indikasi penyakit hubbud dun-ya (cinta dunia yang berlebihan), lemahnya iman kepada hari akhir, dan tidak yakin terhadap janji Allah Swt yang ada di dalamnya.
3. Allah Swt menyandingkan derajat Ahlul Qur’an dengan para malaikat atau nabi yang telah diberi wahyu. Adapun yang kemampuan membaca Al-qurannya masih terbata-bata, Allah Swt memberinya dua pahala. Rasulullah Saw bersabda,
” Orang yang mahir berinteraksi dengan Alquran akan bersama para malaikat yang mulia dan taat, sedangkan yang membaca Alquran dengan terbata-bata dan ia merasa sulit, ia mendapatkan dua pahala.” (HR Imam Muslim)
Imam Nawawi dalam kitab Syarh Muslim menjelaskan bahwa kata mahir berarti mampu membaca, menghafal, memahami, tadabbur, dan mengamalkan Alquran. Pribadi yang seperti itu sangat diperlukan masyarakat karena akan berfungsi sebagai cahaya pencerah hidup Islami di tengah masyarakatnya. Adapun dua pahala bagi muslim yang bacaannya terbata-bata merupakan himbauan agar ia terus rajin membaca walaupun masih terbata-bata karena Allah Swt tidak akan menyia-nyiakan kesulitan upayanya dalam membaca. Dua pahala baginya bukan berarti legitimasi bagi yang tidak mampu membaca Alquran untuk tidak mengembangkan kemampuannya. Janji itu harus menjadi motivasi yang kuat untuk terus berinteraksi dengan Alquran. Interaksi yang teratur menjamin bacaan seorang muslim yang terbata-bata menjadi lancar. Ingat ungkapan, “alah bisa oleh biasa.” Adapun yang sudah mahir, ia harus berusaha istiqamah bersama Alquran.
4. Ahl al Qur’an adalah orang yang paling berhak menjadi imam dalam solat. Rasulullah Saw bersabda,
” Orang yang berhak menjadi imam adalah orang yang paling banyak interaksinya dengan Alquran. “
Rekomendasi Rasulullah Saw itu bukan semata-mata penghargaan terhadap Ahlul Qur’an, melainkan menunjukkan peran yang harus diutamakan di tengah masyarakat, yaitu peran tarbiyah (pembinaan keimanan) dalam kehidupan masyarakat. Pelaksanaan solat setiap hari di masjid sesungguhnya merupakan kegiatan tarbiyah yang sangat efektif bagi setiap mukmin jika didukung, misalnya, dengan imam yang berkualitas sesuai rekomendasi Rasulullah Saw. Namun, kondisi masyarakat kita saat ini masih jauh dari interaksi Alquran yang tinggi sehingga pelaksanaan solat berjamaah di masjid kehilangan ruh dan atsarnya (dampak). Dengan kondisi seperti itu, ada beberapa kerugian yang dialami umat Islam.
Pertama, umat menjadi tidak terbiasa dengan ayat-ayat Alquran karena selama bertahun-tahun mereka hanya mendengar ayat atau surat yang sama. Hal itu berdampak pada kesulitan mereka membaca atau menghafal Alquran karena jarangnya mereka mendengar ayat-ayat Allah Swt di sekitar mereka.
Kedua, umat kurang merasakan ruh ayat – ayat Alquran sehingga kandungan Alquran tidak sampai dengan baik. Kandungan itu berupa ancaman, himbauan, perintah, atau larangan.
Terakhir, peran Alquran sebagai pedoman hidup kurang tersosialisasi secara intensif. Hal itu berdampak pada banyaknya mutiara Alquran (seperti ayat-ayat tentang mengatur rumah tangga, ekonomi, dan bernegara) yang tidak tersampaikan secara rutin.
5. Ahl alQur’an adalah orang yang selalu mendapat ketenangan, rahmat, naungan malaikat, dan namanya disebut-sebut Allah Swt,
” Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Allah lalu di antara mereka membaca kitab Allah dan mempelajarinya kecuali turun kepada mereka ketenangan yang diliputi rahmat, dikelilingi malaikat, dan Allah Swt menyebut nama-nama mereka di sisi makhluk yang ada di dekat-Nya,” (HR Imam Muslim)
Mungkin kita bertanya, mengapa sedemikian tinggi penghargaan Allah Swt kepada orang-orang yang mempelajari Alquran, apalagi kepada orang yang mengamalkannya ?
Sesungguhnya penghargaan Allah Swt itu merupakan rangsangan Rabbani agar manusia mau mengamalkan Alquran tanpa merasa berat, Ketika manusia mau mempelajari wahyu-Nya, itu merupakan indikasi keimanannya kepada kebenaran Allah Swt yang mutlak melalui firman-Nya. Sebaliknya, jika keimanannya kepada Allah Swt tipis dan lemah, manusia tidak akan siap melakukan amal apapun yang terkait dengan Alquran. Jangankan disuruh mengamalkan Alquran, sekadar membuka mushaf pun ia enggan melakukannya! Oleh karena itu, pantaslah jika penghargaan tadi diberikan Allah Swt hanya kepada Ahl al-Qur’an. Selanjutnya, kegiatan membaca dan mempelajari Alquran akan menguatkan keimanan sehingga Allah Swt menjadi Zat yang paling dicintai dalam hidupnya. Alquran pun akan menyirami hatinya yang gersang dan menjadikan hati itu lembut serta peka terhadap teguran Allah Swt. Keadaan itulah yang akan mengantarkan manusia kepada kesiapan mengamalkan Alquran di dalam hidupnya.
6. Ahl alQur’an adalah orang yang mendapatkan kebaikan dari Allah Swt
” Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Alquran dan mengajarkan.” (HR Imam Bukhari)
Kebaikan berarti keberkahan. Dan hidup yang penuh berkah menurut hadis tadi berarti hidup yang aktif bersama Alquran, bahkan dituntut untuk aktif belajar dan mengajarkannya karena diungkapkan dengan huruf waw dan bukan dengan fa’ atau tsumma yang artinya kemudian. ( Menunjukkan belajar dan mengajarkan Alquran sekaligus, bukan belajar dulu hingga menguasai baru mengajarkannya, peny.)
Bagaimana jika kemampuan kita masih terbatas? Ada dua hal yang harus kita perhatikan tentang mengajarkan Alquran.
Pertama, mengajar berarti menyampaikan sehingga secara teknis tidak harus dalam bentuk formal dengan jumlah murid yang banyak. Kepada satu orang saja-anak atau istri-sudah dianggap mengajar Alquran. Untuk itu, jangan pernah berpikir bahwa mengajar berarti harus formal dengan jumlah murid yang banyak sehingga hal itu akan menghambat percepatan pengajaran Alquran di tubuh umat ini.
Semangat mengajar seperti itulah yang dapat mengem ban misi dakwah ke dalam masyarakat. Ingat, sasaran pertama dakwah adalah dimulai dari satu orang. Sabda Rasulullah Saw,
” Sesungguhnya,hidayah Allah yang berikan kepa- da seseorang karena usahamu adalah lebih baik bagimu daripada onta merah (**) “
** Unta merah di zaman Rasulullah Saw adalah kendaraan termahal yang harganya ratusan dinar (mata uang dari emas) dan jauh lebih mahal dibandingkan mobil mewah yang ada di masa sekarang.
Kedua, mengajar Alquran memang harus dengan kemampuan yang optimal. Namun, bagaimana jika di lingkungan kita tidak ada orang yang siap mengajarkan Alquran kecuali kita? Dalam hal itu, kita wajib segera menghapus buta huruf Alquran di lingkungan kita. Ibaratnya, jika tetangga kita kelaparan dan kita tidak memiliki apa-apa kecuali nasi, kita pasti akan memberikan nasi itu dan tidak akan menunggu sampai kita memiliki nasi dengan lauk empat sehat lima sempurna. Begitulah ketentuan bagi orang yang terbatas kemampuannya dalam mengajarkan Alquran kepada umat yang sedang lapar akan hidayah Allah Swt. jadi, kita harus segera turun tangan mengajarkan Alquran. Insya Allah, selama proses belajar dan mengajar itu, setiap kekurangan akan tertutupi dengan sendirinya. Kemampuan tidak akan berhenti, bahkan akan terus meningkat.
Fadha’il Al Qur’an di Akhirat
Berikut ini beberapa fadha’il alQur’an di akhirat bagi manusia :
1. Alquran Menjadi Syafaat bagi Manusia yang menjadi Sahabatnya
” Bacalah Alquran karena sesungguhnya ia akan tatang pada Hari Kiamat sebagai syafaat bagi orang-orang yang menjadi sahabatnya (Alquran).” (HR Imam Bukhari)
Membaca merupakan langkah pertama membangun persahabatan kita dengan Alquran. Membaca Alquran membangun cinta kalamullah dan kecintaan itu akan memotivasi kita untuk lebih memahami, merenungi, mengamalkan, dan memperjuangkan Alquran sehingga wahyu Allah Swt menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari diri kita.
Saya-penulis-yakin kondisi persahabatan seperti itulah yang dimaksudkan nasehat Rasulullah Saw itu. Terbukti kondisi seperti itu yang dicontohkan Rasulullah Saw, para sahabat, dan semua salafush shalih. Untuk itu, janganlah meremehkan satu langkah awal dalam berinteraksi dengan Alquran seperti halnya tidak boleh kita merasa puas hanya dengan satu interaksi, misalnya hanya tertarik membaca Alquran tanpa tergugah untuk lebih menyelaminya.
Hadis itu pun mengingatkan kita tentang manfaat Alquran yang tidak hanya di dunia, tetapi di akhirat juga karena Rasulullah Saw mengangkat isu tentang pentingnya pertolongan pada hari kiamat. Alquran sendiri dengan luas menjelaskan suasana kehidupan akhirat mulai dari Hari Kiamat, kebangkitan, sampai ganjaran di surga dan neraka. Hadis tadi pun memiliki korelasi yang kuat dengan ayat-ayat Alquran dengan menjanjikan pertolongan melalui syafaat Alquran bagi siapa saja yang bersahabat dengannya.
2. Alquran Menjadi Pembela bagi Manusia saat Menghadapi Pengadilan Allah Swt
Dari Nazvwas bin Sam’ an Ra, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah Saw bersabda, ‘ Pada hari Qiamat, didatangkan Alquran dan ahlinya, yaitu orang-orang yang dulu mengamalkannya di dunia. Sural al Baqarah dan Ali Imron pun maju mendampingi dan membelanya.” (HR Imam Muslim)
Hadits ini sangat banyak memuat pesan-pesan keimanan terhadap hari akhirat. Bagi seorang muslim, tidak ada pilihan lain kecuali yakin sepenuhnya terhadap penjelasan Rasulullah Saw bahwa Alquran akan menjadi makhluk yang berperan seperti manusia ia dan dapat diperintahkan untuk datang, maju ke depan, bahkan membela manusia dengan gigih bagaikan seorang pengacara profesional. Itu langkah awal yang harus ada dalam diri kita ketika membaca hadits Rasulullah Saw itu. Tanpa sikap itu, iman kita menjadi batal karena berarti menolak kerasulan Muhammad Saw yang pasti benar dalam ucapannya. Tanpa sikap itu pula, kita tidak akan termotivasi untuk berinteraksi dengan Alquran seperti kandungan hadis itu.
Hadis itu secara tidak langsung memberitahu juga bahwa tidak semua manusia mendapat pembelaan dari Alquran. Hadits Rasulullah Saw itu hanya meliputi manusla yang di dunianya betul-betul mengamalkan Alquran. Itu berarti komitmen terhadap Alquran tidak cukup hanya dengan komitmen lisan seperti tilawah, menghafal, dan mengkajinya, tetapi butuh pula komitmen badan dan hati yang harus bergerak sesuai dengan tuntutan Alquran. Misalnya, berinfak jika Alquran menyuruhnya berinfak, berjihad jika Alquran menyuruhnya berjihad, dan melakukan perintah lainnya. Dua komitmen itulah yang akan menjadikan manusia dibela Alquran di pengadilan Allah Swt yang saat itu tidak ada pengacara, ternan dekat, atau siapa pun yang dapat membela manusia.
3. Alquran Mengangkat Kedudukan Manusia di Surga
Dari Abdullah bin’ Amr bin’ Ash Ra, dari Nabi Saw bahwa beliau bersabda, ” Dikatakan kepada Shahib Alquran, ‘ Bacalah dan naiklah dan nikmatilah seperti halnya kamu menikmati bacaan Alquranmu di dunia ! Sesungguhnya, kedudukanmu ada di akhir ayat yang kamu baca.” (HR Imam Abu Dawud dan Imam Turmudzi)
Sekali lagi Rasulullah Saw mengingatkan kita bahwa keutamaan Alquran di akhirat ada di balik persahabatan manusia dengannya sehingga mereka yang mendapatkan kemuliaan dari Alquran disebut dengan Shahib. Di hadis itu, Shahib Alquran akan tetap menikmati kembali lantunan ayat-ayat Alquran di saat tidak ada lagi mush-haf untuk membaca Alquran.
Hal ini mengingatkan kita pada kisah-kisah orang-orang beriman saat sakaratu/ maut. Pada umumnya, orang-orang yang sangat dekat dengan Alquran pada saat-saat itu selalu melantunkan ayat-ayat Alquran dengan fashih dan indah seakan mereka masih sehat dan jauh dari kematian.
Begitulah mukjizat Alquran yang selalu ingin bersama sahabatnya di saat yang pada umumnya manusia tidak mungkin lagi mengingat Alquran. jadi, hadis itu sangat logis jika terjadi pada manusia. Bahkan kejadian itu akan mengantarkan manusia pada tingkatan surga yang sesuai dengan banyaknya ayat Alquran yang ia hafal.
4. Alquran Sumber Pahala bagi Orang yang Beriman
Rasulullah Saw bersabda, ” Siapa saja yang membaca satu huruf.Alquran, baginya satu kebaikan. Satu kebaikan akan menjadi sepuluh kali lipat. Aku tidak mengatakan bahwa alif-lam-mim itu satu huuf, melainkan alif satu huruf, lam satu huruf, dan mim satu huruf ” (HR Imam Turmudzi deiigan sanad hadis hasan sahih)
Keimanan kita kepada akhirat mengharuskan kita meyakini janji pahala dan hukuman Allah Swt. jadi siapa pun yang yakin dengan hadis itu akan memiliki motivasi yang tinggi dalam hidup bersama Alquran dengan memperbanyak tilawah bahkan menghafalnya agar terjadi pengulangan tilawah yang sangat besar. Tanpa keyakinan itu manusia pun tidak akan kuat menyibukkan dirinya dengan Alquran, apalagi jika terus berlangsung sampai akhir hayatnya. Sungguh rugi orang yang hidupnya jauh dari Alquran karena tertutup baginya kesempatan mendapatkan limpahan pahala yang sangat besar dari Allah Swt melalui Alquran. Dari hadis itu pula kita dapat merasakan luasnya rahmat.Allah Swt kepada orarg mukmin. Bayangkan jika Allah tidak menurunkan Alquran atau mencabutnya seperti ancaman-Nya. (QS al-lsra’; 86-87)
5. Alquran Mengangkat Derajat Orangtua di Akhirat bagi Orangtua yang Berhasil Mendidik Anaknya dengan Alquran.
“Siapa saja yang belajar Alquran dan mengamalkannya, pada hari kiamat (Allah Swt) akan memberikan kepada kedua orangtuanya mahkota yang cahayanya lebih indah dari cahaya matahari. Kedua orangtua itu akan berkata, “Mengapa kami diberi (mahkota) ini ?” Dijawablah, ‘ Itu karena anakmu telah mempelajari Alquran. “(HR Imam Abu Dazuud, Imam Ahmad, dan Imam Ibnu Hakim)
Hadits itu menunjukkan bahwa Alquran adalah sumber kemuliaan. Siapa saja yang berinteraksi dengannya akan dimuliakan Allah Swt. Bahkan orangtua yang mengajarkan Alquran kepada anaknya pun dimuliakan Allah Swt. Sebaliknya, siapa saja yang menjauhkan dirinya dari Alquran akan direndahkan Allah Swt secara pribadi maupun secara jama’i. Dalam kenyataan sejarahnya, umat Islam adalah Umat yang paling mulia di muka Bumi ini bersama Al-Quran. Sebaliknya, umat Islampun adalah umat yang sangat terhina karena meninggalkan Al-qur’an.

Popular Posts

 
;